Rabu, 03 September 2008

VISI MISI CALON BUPATI GARUT SJAMSU-HUDAN

Diawali oleh munculnya peristiwa besar dalam bidang politik pada 1998 (berupa turunnya Presiden Soeharto dari singgasana kekuasaan) maka era demokratisasi di Indonesia bergulir hingga resonansinya terasakan pada pengelolaan pemerintahan di daerah. Dengan ini pula, transisi demokrasi kian menegaskan sosoknya di Indonesia. Konsekuensi dari kenyataan ini ialah pemilihan presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung sejak 2005. Dengan demikian, Kepala Daerah Tingkat I dan II yang pengangkatannya di masa lalu melalui penunjukan, pada akhirnya dipilih secara langsung melalui partisipasi politik rakyat.

Realisme baru itu diperkuat oleh pemberlakuan Undang-undang Pemerintah Daerah, yang aksentuasinya benar-benar bersinggungan dengan rakyat dan pemerintahan di daerah. Hal mendasar yang termaktub dalam UU tersebut adalah bagaimana memberikan makna terhadap hakikat pemilihan Kepala Daerah yang benar-benar meniscayakan terbentuknya partisipasi politik masyarakat dalam kerangka demokrasi.

Implikasi dari adanya pemilihan kepala daerah secara langsung, maka ada tuntutan untuk memahami secara mendalam visi dan misi dari calon kepala daerah. Visi dan misi yang disampaikan calon kepala daerah merupakan guidance akan dibawa kemana daerah tersebut selama masa kepemimpinannya. Secara politis visi dan misi juga akan menjadi salah satu faktor diterminan bagi pemilih untuk memberikan penilaian pada calon tertentu.

Visi dan misi yang dipaparkan di dalam halaman berikut ini, merupakan sari pati dari apa yang diperlukan dan diinginkan dari masyarakat Kabupaten Garut. Dengan melakukan penelaahan secara mendalam, baik secara sosiologis, ekonomis, politis, budaya, keamanan, dan seterusnya, maka kami menemukan adanya dimensi penting yang diinginkan dan diperlukan masyarakat Kabupaten Garut yaitu terwujudnya masyarakat yang agamis, demokratis dan sejahtera.

Visi dan misi ini akan sangat terlihat dengan jelas bentuk aplikasinya ketika dijabarkan dalam penyelesaian terhadap permasalahan yang ada. Substansi pendekatan penyelesaian terhadap masalah adalah memberdayakan masyarakat itu sendiri. Sebab masyarakat dan pemerintah bagaimana dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, keduanya berjalin kelindan dalam menuju masyarakat dan pemerintah yang diidamkan.

VISI-MISI

Sjamsu S. Djajusman dan Hudan Mushafudin

Calon Bupati dan Wakil Bupati Garut

2008 – 2013

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Desentralisasi yang mewarnai perjalanan bangsa ini berimplikasi luas terhadap pengelolaan pemerintahan di daerah. Di satu pihak, pemerintah pusat berada dalam pendulum historis untuk memberikan keleluasaan terhadap pemerintah daerah dalam hal menentukan berbagai pilihan kebijakan berdasarkan prakarsa-prakarsa cerdas. Namun di lain pihak, desentralisasi hadir tanpa sepenuhnya disertai oleh kesiapan pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dan terobosan-terobosan besar. Potensi ekonomi dan sosial di daerah, dengan sendirinya, tidak secara otomatis dapat dioptimalisasikan bersamaan dengan bergulirnya semangat desentralisasi itu. Atas dasar itulah, maka berbagai ketentuan perundang-undangan tentang desentralisasi pemerintahan daerah harus dimaknai secara mendalam melalui perubahan orientasi kepemimpinan di jajaran pemerintahan daerah dan perbaikan kapasitas aparat pemerintahan di daerah.

Tak dapat dibantah, kemandirian pemerintah daerah merupakan kata kunci dalam era desentralisasi dewasa ini. Pemerintah daerah kini dan di masa depan dituntut untuk memiliki kompetensi dalam menyusun perencanaan, implementasi program serta dalam hal evaluasi dan monitoring secara obyektif terhadap keseluruhan agenda yang dijalankan. Dengan demikian berarti, tidak ada hal penting yang harus dilakukan jajaran pemerintahan daerah selain bersungguh-sungguh mewujudkan good governance pada berbagai lini organisasi pemerintahan.

Langkah kongkret ke arah ini adalah menjadikan segenap upaya pemerintahan daerah sebagai bagian fundamental dari terwujudnya kesejahteraan rakyat. Dalam sudut pandang yang lebih jauh, kesejahteraan rakyat yang diwujudkan oleh pemerintahan daerah itu dimaknai sebagai persenyawaan politik demi menjamin terus bertahannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perspektif yang dikembangkan dalam hal ini ialah kesejahateraan rakyat sebagai pilar tumbuhnya kepercayaan terhadap pemerintah daerah. Jika kesejahteraan itu semakin kukuh, maka kepercayaan terhadap pemerintah daerah merupakan elemen bertahannya NKRI.

Maka sebuah kesadaran baru yang harus ditumbuhkan dari sejak sekarang ini adalah eksistensi pemerintahan daerah di Indonesia kini memiliki kaitan konteks yang sangat kuat dengan kesejahteraan rakyat. Seluruh elemen pemerintah daerah berada dalam satu tarikan nafas: menjalankan peran dan fungsi sebagai “agen” transformasi terjadinya perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebagai konsekuensinya, pertama, aparat pemerintahan di daerah dituntut untuk memiliki profesionalisme, kapasitas, kompetensi dan kecanggihan hingga pada tingkat manajerial dan leadership. Kedua, desentralisasi meniscayakan aparat pemerintahan daerah pada berbagai lini memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap amanat penderitaan rakyat. Tak bisa tidak, para pengelola pemerintahan daerah dewasa ini harus menerima kenyataan bahwa dirinya merupakan pelayan masyarakat dalam maknanya yang kongkret. Itulah mengapa, muncul tuntutan besar kini akan musnahnya feodalisme dan primordialisme dalam tubuh pemerintahan daerah. Dengan ini semua berarti, desentralisasi merupakan sebuah era di mana pemerintahan daerah harus benar-benar dikelola secara modern melalui pertanggungjawaban moral dan profesional.

Dalam lima tahun ke depan, apa yang dikemukakan di atas merupakan sesuatu yang tak terelakkan kemunculannya di Kabupaten Garut. Secara teknis, berbagai hal yang dikemukakan di atas sangat terbuka untuk diterjemahkan ke dalam perbaikan manajeman makro perekonomian, perubahan kehidupan sosial dan politik ke arah yang lebih baik serta pemerintahan mampu mencetuskan lahirnya cita-cita baru tegaknya keadilan dan kemakmuran di tengah masyarakat. Semua ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut.

Kita menyadari bahwa selain diukur berdasarkan indikator ekonomi, kemajuan Kabupaten Garut selama jangka waktu lima tahun ke depan juga diukur berdasarkan perkembangan positif sektor-sektor non-ekonomi, yaitu melalui terwujudnya masyarakat madani (civil society), tegaknya supremasi hukum, peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan, perluasan partisipasi politik, menguatnya tertib sosial dan toleransi dalam kehidupan masyarakat. Jika indikator keberhasilan dalam bidang ekonomi tangible sifatnya, maka keberhasilan bidang non-ekonomi intangible sifatnya.

Sebagaimana dewasa ini diakui secara luas, penggabungan indikator pembangunan ekonomi dan non-ekonomi merupakan sesuatu yang esensial. Persenyawaan dua indikator inilah yang kemudian melahirkan model dan tolak ukur keberhasilan yang kemudian dikenal sebagai Human Development Index (HDI). Orientasi HDI adalah pencapaian kesejahteraan masyarakat (the welfare of society), yang meliputi akses kepada kesehatan, akses kepada pendidikan dan peningkatan daya beli.

Tujuan

Bertitiktolak dari apa yang dikemukakan di atas, maka disusunlah visi – misi pemerintahan Kabupaten Garut sebagai acuan dasar semua program dan kegiatan Pemerintah Kabupaten Garut selama lima tahun ke depan (2008 – 2013). Pencapaian visi pada akhir tahun masa jabatan merupakan tanggung jawab Kepala Daerah yang diwujudkan secara kolektif dengan aparat dan segenap masyarakat.

II. POTENSI DAERAH DAN PERMASALAHAN

Dalam konteks pemerintahan Kabupaten Garut, visi misi merupakan refleksi terhadap keadaan dan potensi riil di Kabupaten Garut. Visi merupakan cita-cita dan kehendak tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan secara realistis dapat dicapai melalui langkah-langkah yang dituangkan ke dalam misi. Dengan demikian, visi merupakan the guiding star bagi lahirnya sebuah misi. Sebagaimana termaktub ke dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) mengacu pada RPJM Nasional. Dalam hal ini daerah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). RPJMD juga mengacu pada RPJM Propinsi untuk meminimalisir konflik antar daerah serta memperluas sharing atau jalinan kerja sama antara propinsi dan wilayah pemerintahan yang ada di bawahnya. Konsekuensi dari berlakunya aksioma tersebut terkait dengan pencapaian sasaran program RPJMD yang tidak hanya dapat dibiayai APBD II, melainkan juga dapat dibiayai oleh APBD I maupun APBN.

Secara substansial, dokumen visi – misi kepala daerah terpilih serta penjabaran kebijakan, program dan kegiatan serta sasaran kinerja memiliki tujuan besar untuk memberikan kemudahan kepada Kepala Daerah, aparatur pemerintahan di daerah serta DPRD melakukan pengukuran kinerja, efisiensi, efektivitas, produktifitas, dan akuntabilitas. Melalui kerangka pemikiran ini maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas di Kabupaten Garut.

Mempertimbangkan saling hubungan antara potensi dan permasalahan itu, maka dalam lima tahun ke depan pemerintahan Kabupaten Garut berada dalam tuntutan besar untuk berpijak pada prinsip dan hakikat politik kesejahteraan rakyat. Yang dimaksud dengan "politik kesejahteraan rakyat" di sini ialah terbentuknya visi dan langkah politik untuk menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama terjadinya perbaikan kinerja ekonomi, penegakkan hukum dan kukuhnya keadaban dalam kehidupan politik. Seberapa spektakulernya upaya pembenahan bidang-bidang ekonomi, hukum dan politik maka tujuannya tetaplah satu, yaitu tercapainya kesejahteraan rakyat. Dengan demikian berarti, berbagai rancangan ke arah pembenahan bidang-bidang tersebut memiliki tujuan yang sangat pasti.

POTENSI DAERAH

2.1. Potensi Kepemerintahan

a. Kewenangan otonomi daerah yang cukup besar

Kewenangan otonomi daerah di Kabupaten Garut sejalan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan selaras pula dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagai penyempurnaan atas Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kewenangan besar yang diberikan kepada daerah tersebut menimbulkan implikasi yang luas terhadap kegiatan pembangunan daerah. Intinya adalah daerah semakin leluasa mengatur wilayahnya sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat. Kewenangan yang diberikan merupakan peluang bagi daerah untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya guna melakukan pembangunan di Kabupaten Garut. Dengan demikian berarti, dalam lima tahun ke depan pemerintahan Kabupaten Garut sesungguhnya tengah berhadapan peluang besar untuk maju dan berkembangan sebagai wilayah tingkat dua yang diperhitungkan, baik di Provinsi Jawa Barat maupun dalam konteks nation wide Indonesia.

b. Potensi Aparatur

Pemerintah Kabupaten Garut terdiri dari: Sekretariat Daerah dengan 3 Asisten, 9 Badan, 14 Dinas, dan 2 Kantor. Pemerintah Daerah Kebupaten Garut juga didukung oleh PNS sebanyak 19.247 orang, terdiri dari Golongan I sebanyak 110 orang, Golongan II 2.640 orang, Golongan III 11.399 orang, serta Golongan IV 5.098 orang. Berdasarkan fakta ini, maka potensi yang dapat dikembangkan hingga lima tahun ke depan adalah sejauhmana pemerintahan Kabupaten Garut mampu menjadikan aparatur pemerintahan tersebut berperan sebagai ujung tombak tercapainya kemajuan dan modernisasi pemerintahan di Kabupaten Garut. Secara kasat mata, formasi personel di pemerintahan Kabupaten Garut yang sedemikian rupa itu meniscayakan adanya apa yang disebut brainware management. Artinya, formasi personel ini harus dikelola secara canggih untuk tujuan pokok tegaknya kesejahteraan rakyat. PNS lalu menjadi semacam ”modal manusia” yang dalam jangka waktu lima tahun ke depan menjadi lokomotif terciptanya kemajuan di Kabupaten Garut dalam berbagai segi kehidupan.

Potensi aparatur pemerintah daerah terus ditingkatkan dalam rangka professionalisme kerja. Jumlah PNS berdasarkan kualifikasi pendidikannya, dapat dilihat dari gambar berikut ini;

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut

c. Potensi desa dan segenap perangkatnya

Kabupaten Garut memiliki 424 desa/kelurahan pada 42 kecamatan. Perubahan pada politik pemerintahan desa seperti termaktub dalam Undang-undang 32 tahun 2004 adalah diserahkannya urusan dan pengaturan pemerintahan, yang semula menjadi kewenangan Kabupaten/Kota menjadi kewenangan desa. Tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota, serta urusan pemerintahan lain juga diserahkan kepada pemerintahan desa. Hal ini menjadikan pemerintah desa memiliki hak otonomi untuk mengelola pembangunan desanya. Pelaksanaan desentralisasi desa ini mendorong berkembangnya potensi yang dimiliki desa dan masyarakat, sehingga desa dapat lebih cepat berkembang. Logikanya, semakin banyak desa yang dimiliki berarti semakin banyak pula sentra-sentra pengembangan potensi masyarakat yang pada akhirnya akan sangat berperan dalam pembangunan wilayah dan mempercepat perkembangan Kabupaten Garut secara keseluruhan. Hal penting yang terkait dengan optimalisasi potensi desa itu adalah transformasi budaya dan perubahan cara pikir masyarakat pedesaan. Tugas besar pemerintahan Kabupaten Garut dalam mengelola potensi ini selama lima tahun ke depan adalah merumuskan model dan agenda transformasi sosio-ekonomi pedesaan, sehingga pertanian bisa dikembangkan ke arah agribisnis dan peasant ditransformasikan menjadi farmer.

Bertitik tolak dari potensi yang ada, dalam rangka meningkatkan produktifitas petani, maka potensi areal irigasi yang telah dibangun selama ini, dapat dilihat dalam gambar berikut ini;

Sumber Data : Dinas Pengairan Kabupaten Garut

2.2 Potensi wilayah dan kependudukan

a. Kabupaten Garut merupakan wilayah tergolong luas di Jawa Barat yaitu seluas 3.066,88 Km2 yang terbagi atas 42 Kecamatan, 424 Desa/Kelurahan, 4.000 RW dan 13.051 RT. Jumlah penduduk Kabupaten Garut tergolong besar di Jawa Barat, yaitu 2.274.973 jiwa (2006), yang terdiri dari laki-laki 1.157.252 jiwa, perempuan 1.117.721 jiwa, dengan kepadatan mencapai 742 Jiwa per Km2. Keadaan tenaga kerja pada Tahun 2006 terdiri dari penduduk usia kerja mencapai 655.544 orang (usia 10 tahun keatas), angkatan kerja tertampung 588.256 orang (usia 10 tahun keatas) dan pencari kerja 67.288 orang (usia 10 tahun keatas). Sedangkan perkembangan jumlah transmigrasi tahun 2007 mencapai 425 orang dari 103 KK.

b. Baik ditinjau dari sudut pandang ekonomi maupun sosial, potensi wilayah dan kependudukan ini berarti sebuah kenyataan bahwa pengelolaan berbagai sumber daya produktif di Kabupaten Garut berada dalam garis yang paralel antara luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk. Maka, tugas besar yang diemban oleh pemerintahan Kabupaten Garut dalam lima tahun ke depan adalah menemukan model interelasi secara positif antara penduduk dan wilayah.

c. Agenda fundamental yang berada di pundak pemerintahan Kabupaten Garut mendatang adalah memberikan stimuli atau rangsangan agar kapasitas dan potensi produktif yang dimiliki penduduk mampu melahirkan sebuah daya cipta ke arah pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa melalui potensi kependudukan yang ada, maka pengelolaan segenap sumber daya mampu dilakukan secara mandiri oleh masyarakat Kabupaten Garut.

2.3 Potensi Kemasyarakatan

a. Jumlah organisasi politik di Kabupaten Garut pada pemilu 2004 lalu mencapai 24 partai politik. Catatan yang penting dikemukakan hingga saat ini ialah bahwa secara keseluruhan partai politik dapat berkembang tanpa mengalami hambatan yang berarti, baik dari segi peraturan maupun hambatan dalam pengertian fisik. Bersamaan dengan itu, perkembangan organisasi sosial di Kabupaten Garut cukup pesat yang ditandai oleh munculnya aneka organisasi swadaya masyarakat yang beroperasi di seluruh wilayah Kabupaten Garut dan terus bertahannya organisasi sosial yang memang sudah sejak lama memang mengabdikan dirinya terhadap kehidupan kemasyarakat. Baik potensi yang inherent dalam organisasi politik maupun dalam organisasi sosial itu pada giliran selanjutnya sesungguhnya dapat difungsikan secara efektif sebagai wahana agregasi dan artikulasi kepentingan masyarakat luas. Apabila terus dapat dikelola secara baik pada masa pemerintahan mendatang, maka peran dua jenis organisasi ini pada akhirnya menentukan dan menjadi faktor diterminan tumbuhnya kritisisme masyarakat yang dikelola dengan akal sehat.

b. Penduduk Kabupaten Garut pemeluk agama Islam sebanyak 99%, Katolik 0,06% Kristen 0,08%, Hindu/Budha/Lainnya 0,06%. Tempat ibadah tahun 2006 sebagai berikut : Masjid 4.297 buah, langgar 6.677 buah, mushalla 3.571 buah, Gereja 5 buah, dan Vihara 1 buah. Data-data ini merupakan potensi kemasyarakat, mengingat dengan komposisi yang sedemikian rupa itu Kabupaten Garut tidak berhadapan dengan persoalan konflik horizontal dengan latar belakang perbedaan agama.

c. Pengembangan pendidikan di Kabupaten Garut didukung dengan keberadaan TK swasta 922 unit, SD/MI/Swasta 1.459 unit, SLTP/MTs/Swasta 412 unit, SLTA/MA/Swasta 159 unit, sedangkan jumlah guru negeri/swasta 26.511 orang dengan jumlah murid TK - SLTP/SMA sebanyak 446.078 orang. Sampai dengan tahun 2004 jumlah lulusan SD sebanyak 33.385 orang, SLTP sebanyak 21.643 orang, SMA sebanyak 4.681 orang. Sebagai bagian penting dari potensi kemasyarakatan, pendidikan di Kabupaten Garut berada dalam fase peningkatan relevansi selama lima tahun mendatang, yaitu menjadi bagian integral dari penanggulangan kemiskinan.

Potensi pendidikan yang terdapat di Kabupaten Garut merupakan kapital sosial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Potensi pendidikan yang merupakan kapital sosial bisa dilihat dari APM (Angka Partisipasi Murni) merupakan persentase jumlah siswa usia sekolah (usia 7 Tahun s.d 18 Tahun) terhadap jumlah penduduk usia sekolah (usia 7 Tahun s.d 18 Tahun), sebagai berikut;

.....

d. Tersedianya gelanggang olahraga di kota Kabupaten diharapkan mampu mewadahi kegiatan keolahragaan masyarakat Garut dan sekitarnya.

e. Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Garut didukung dengan keberadaan rumah sakit 2 unit diantaranya 1 rumah sakit umum milik Pemerintah Daerah, 1 rumah sakit umum milik TNI, Puskesmas DTP 12 unit, Puskesmas Lengkap 50 unit, Puskesmas Keliling 21 unit, dan Puskesmas Pembantu 122 unit, Balai Pengobatan 235 unit lainnya termasuk posyandu 2.744 unit, jumlah dokter 79 orang dan para medis 1.144 orang. Sarana penunjang kesehatan seperti apotik sebanyak 41 buah dan 2 pabrik farmasi.

Tabel Fasilitas Kesehatan Kabupaten Garut 2003-2006

Fasilitas Kesehatan

Tahun

2003

2004

2005

2006

Rumah Sakit

Umum

1

1

1

1

ABRI

1

1

1

1

Non Rumah Sakit

Puskesmas DTP

12

12

12

12

Puskesmas Lengkap

62

62

62

50

Puskesmas Pembantu

115

117

117

122

Puskesmas Keliling

23

22

22

21

Balai Pengobatan

171

235

235

235

Penyedia Obat dan
Alat Kesehatan

Apotek

27

31

33

33

Toko Obat

99

42

42

42

f. Budaya masyarakat yang agamis dan cenderung paternalistik.

Karakter masyarakat Kabupaten Garut yang agamis merupakan potensi tersendiri dalam bidang pembangunan mental spiritual. Pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demi terwujudnya kemantapan persaudaraan umat beragama dan menciptakan kondisi aman, damai serta ketentraman masyarakat. Suasana tersebut merupakan modal dasar untuk melaksanakan pembangunan di Kabupaten Garut. Budaya paternalistik merupakan budaya yang memiliki sisi baik dan sisi yang kurang baik, apabila masyarakat Kabupaten Garut dapat menekan sisi yang kurang baik dari budaya paternalistik maka budaya paternalistik akan dapat menjadi pendorong dan penggerak partisipasi masyarakat di bidang pembangunan.

g. Masyarakat heterogen dan terbuka.

Komposisi masyarakat Kabupaten Garut terdiri dari berbagai etnis yaitu: Etnis Sunda, Jawa, Madura, Sumatra, Cina dan lain - lain, keragaman etnis pada masyarakat Kabupaten Garut ini yang menyebabkan timbulnya budaya terbuka pada masyarakat Kabupaten Garut ciri dari masyarakat yang terbuka adalah mudahnya masyarakat tersebut menerima inovasi dari luar sehingga potensi dasar ini menyebabkan masyarakat Kabupaten Garut dapat berkembang dengan cepat.

2.4 Potensi perekonomian dan infrastruktur

a. Sarana Prasarana pendukung seluruh kegiatan kemasyarakatan dan aktivitas ekonomi di Kabupaten Garut terdiri dari: panjang jalan 1.730 Km terbagi dalam: Jalan Negara 115 Km, Jalan Propinsi 120 Km, Jalan Kabupaten 1.500 Km. serta Jalan desa 5.490 Km. Jumlah Terminal Bus 3 buah, Stasiun Kereta Api 5 buah, Lapangan terbang 1 buah, Pelabuhan pendaratan ikan 2 buah, jumlah kendaraan 16 .000 buah, jumlah sungai besar 5 buah, irigrasi 624 buah dan waduk 5 buah. Perkembangan kelistrikan, desa berlistrik sebanyak 385 desa dengan gardu induk sebanyak 8 unit.

Infrastruktur yang dibangun dalam menunjang kemajuan ekonomi di Kabupaten Garut, merupakan faktor deteminan bagi berjalannya percepatan perekonomian. Potensi infrastruktur ini dapat dilihat dari gambar berikut ini;

Sumber Data : Dinas Bina Marga Kabupaten Garut

b. Perekonomian Kabupaten Garut Tahun 2006 mampu tumbuh sebesar 4,49 % . Sektor dominan terhadap pertumbuhan ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku adalah pertanian 51,43%, perdagangan 24%, industri 15%, jasa-jasa 15%, sedangkan sektor lainnya seperti pertambangan, bangunan, keuangan, listrik dan air masing-masing dalam tahap perkembangan. Komoditas ekspor terdiri dari 50 jenis produk yang diekspor ke 45 negara tujuan oleh 40 eksportir dengan nilai ekspor US $ 160 juta per tahun. PDRB Kabupaten Garut Tahun 2004 sebesar Rp. 10,436 triliun dengan pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 4.568.509,- . Jumlah PMDN/PMA dan perusahaan besar sebanyak 146 perusahaan, beberapa diantaranya berskala nasional bahkan internasional.

Potensi angka pertumbuhan itu dapat dilihat dari grafik berikut ini;

a

Grafik Perkembangan Angka Laju Investasi, Inflasi, LPE, dan LPP
Kabupaten Garut Tahun 2004-2006

Sumber Data : BPS Kabupaten Garut & Bappeda Kab Garut

c. Potensi wisata yang berlokasi di Kabupaten Garut terdiri dari: Wisata Pantai sebanyak 5 buah, Taman rekreasi 7 buah, Wisata agro 1 buah, Wanawisata 6 buah, Wisata peninggalan sejarah 7 buah, Wisata Ziarah Pesarean 1 buah, dan Wisata Gunung 2 buah.

d. Jumlah penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi sebagai berikut : Pertanian 560.350 orang, Petambangan 3.550 orang, industri pengolahan 133.043 orang, Kontruksi 90.608 orang, Listrik, Gas dan Air 2.639 orang, Perdagangan 152.868 orang, Angkutan 55.270 orang, Keuangan 10.984 orang serta Jasa 101.067 orang.

PERMASALAHAN

Pembangunan di Kabupaten Garut telah dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana, namun demikian sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pernah mengalami krisis moneter, sampai saat ini dampaknya masih kita rasakan. Beberapa permasalahan yang perlu kita sikapi pada pembangunan di masa yang akan datang, antara lain:

1. Masih rendahnya kepedulian sosial masyarakat

2. Belum optimalnya penegakkan supremasi hukum dan HAM, ketentraman dan ketertiban

3. Masalah kemiskinan, kesenjangan dan pengangguran

4. Rendahnya akses kesehatan penduduk miskin

5. Tingginya angka putus sekolah di Kabupaten Garut

6. Masalah Percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur

7. Revitalisasi Pertanian

8. Kesenjangan Pembangunan Antara Garut Utara dengan Selatan


III. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

A.VISI

MASYARAKAT YANG AGAMIS, DEMOKRATIS MENUJU KEMAKMURAN

B. MISI : 1. Meningkatkan pembinaan mental spiritual masyarakat di Kabupaten Garut, sehingga kualitas kehidupan beragama tidak hanya ditumpukan pada kesalahan pribadi, tetapi juga tercermin pada menguatkan kesalehan sosial.

2. Meningkatkan pendidikan politik dan hukum kepada masyarakat Kabupaten Garut demi terwujudnya tatanan masyarakat madani yang berkadaban.

3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat kalangan kurang mampu di Kabupaten Garut untuk keperluan pemanfaatan potensi sosial dan ekonomi serta untuk mengoptimalkan prakarsa-prakarsa cerdas dan mandiri dalam kehidupan masyarakat.

4. Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu di Kabupaten Garut melalui reformasi sistem pelayanan kesehatan berdasarkan semangat populisme dan negara kesejahteraan.

5. Meningkatkan pendidikan dasar bagi masyarakat Kabupaten Garut untuk keperluan menyongsong era globalisasi yang mempersyaratkan adanya kemampuan berpikir secara sistematis.

6. Mewujudkan revitalisasi pertanian dan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Garut sebagai bagian penting dari upaya peletakan dasar industrialisasi di pedesaan.

7. Mewujudkan keseimbangan pembangunan di Kabupaten Garut, antara kawasan garut Utara dengan Garut Selatan, sebagai bagian penting pemerataan pembangunan.

C. TUJUAN : Menjalankan seluruh prinsip demokrasi berlandaskan hukum,

sehingga tercapai kerukunan antarumat beragama, keadilan

dan kesejahteraan.

D. SASARAN : 1. Meningkatnya kerukunan umat beragama di Kabupaten Garut, sehingga keberagamaan tidak melahirkan ekslusivitas dan kehidupan beraragama mampu memberikan inspirasi bagi terjadinya kehidupan dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya.

2. Meningkatnya kesadaran politik dan hukum masyarakat di kabupaten Garut untuk memperluas dan memperdalam makna partisipasi positif baik dalam pengelolaan bidang pemerintahan maupun untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat.

3. Menanggulangi kemiskinan dan gizi buruk melalui upaya seksama mendorong kemandirian dan pendidikan kesehatan di tengah-tengah kancah kehidupan masyarakat.

4. Meningkatkan kesehatan ibu dan anak sebagai pilar untuk menciptakan masyarakat dan generasi masa depan yang berkualitas di Kabupaten Garut.

5. Menurunkan angka putus sekolah sebagai wujud kongkret dari pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang diimplementasikan secara sungguh-sungguh.

6. Meningkatkan kemampuan dan peluang akses petani terhadap produktifitas. Seiring dengan itu, peningkatan daya beli masyarakat melalui pembenahan manajemen makro perekonomian, perluasan lapangan kerja, penegasan arah industrialisasi, promosi investasi dan akomodasi kewirausahaan masyarakat melalui kebijakan ekonomi dan sosial.

7. Meningkatnya pembangunan di kawasan Garut Selatan, sehingga setahap demi setahap mampu mengejar ketertinggalan pembangunan dengan kawasan Garut Utara.

IV. Telaah Permasalahan

Dari visi dan misi di atas, maka menjadi suatu keperluan untuk melakukan telaah lebih mendalam terhadap permasalahan yang ada sekaligus menawarkan penyelesaian beserta programnya. Makna penting dari telaah masalah ini adalah untuk menjelaskan lebih elaboratif dari visi dan misi dalam bentuk yang aplikatif.

IV.1. Kepedulian Sosial

Masalah rendahnya kepedulian sosial di tengah kancah kehidupan masyarakat Kabupaten Garut harus disimak ke dalam berbagai macam konteks. Pertama, rendahnya kepedulian sosial merupakan refleksi dari adanya sikap hidup yang mengagungkan individualisme secara sangat berlebihan. Sebagaimana diketahui, individualisme merupakan satu bentuk keyakinan yang berpeluang besar untuk bermetamorfosis menjadi way of life. Masalahnya, tatkala individualisme semakin menyebarkan pengaruhnya dan merasuki kesadaran berpikir orang per orang dalam jumlah yang semakin besar dari waktu ke waktu, maka tanpa bisa dielakkan terjadi degradasi terhadap kepedulian sosial. Pada giliran selanjutnya, kepedulian sosial berubah semata menjadi impian kosong tanpa makna. Sejatinya, rendahnya kepedulian sosial masyarakat di Kabupaten Garut dimengerti ke dalam konteks menguaknya individualisme semacam itu.

Dalam banyak aspek, sulit meredam kebangkitan individualisme. Ini karena, revolusi informasi dan komunikasi memungkinkan terjadinya penyebarluasan individualisme itu. Pada tataran yang lain, individualisme mendorong para penganutnya untuk optimistik secara sangat berlebihan terhadap kemampuan dan kepentingan diri mereka sendirinya. Sebagai imbangannya maka sang individu sangat pesimistik terhadap kemampuan dan kepentingan orang lain. Apa yang kemudian mendesak digarisbawahi lebih lanjut ialah individualisme yang secara otomatis berubah menjadi ideologi dan atau doktrin dalam kehidupan. Dalam situasi demikian, kaum individualis memandang secara linear institusi masyarakat semata sebagai instrumen yang tak memiliki sukma. Masyarakat dalam perspektif kaum individualis adalah ruang tempat berlangsungnya pertukaran ekonomi dan sosial tanpa ada kaitan makna dengan kemaslahatan kolektif. Bukan saja kemudian individualisme melakukan pengingkaran terhadap eksistensi masyarakat dalam fungsinya sebagai ruang yang bermartabat bagi kehidupan kolektif, lebih dari itu individualisme memendam potensi konflik melalui penyebaran semangat homo homini lupus (mangsa memangsa sesamanya).

Kedua, sejalan dengan kian bergulirnya semangat hidup liberalistik, konsumerisme dan hedonisme, maka setiap individu cenderung mengutamakan kepentingannya sendiri melalui perebutan berbagai macam sumber daya. Dalam lingkungan masyarakat Kabupaten Garut dewasa ini, tendensi liberalistik, konsumerisme dan hedonisme itu tampak kian menonjol. Sebagai sebuah lingkungan sosial, Kabupaten Garut terus berkembang sebagai penyangga Bandung Raya. Tetapi, kenyataan ini tidak dibarengi oleh terjadinya penguatan terhadap nilai-nilai budaya. Arus modernisasi yang dibawa masuk oleh perkembangan informasi dan turisme tidak diimbangi oleh adanya upaya penguatan terhadap kearifan lama, seperti spiritualitas dan penghormatan terhadap nilai-nilai luhur. Sehingga dengan demikian, moderniasi hadir tanpa disertai oleh pengutuhan terhadap nilai-niali solidaritas dan empaty. Point penting dari terus berkembangnya Kabupaten Garut sebagai penyangga Bandung Raya dan tujuan wisata itu adalah mempertegas terbentuknya ruang publik sebagai medan tarung memperebutkan sumber-sumber daya sosial dan ekonomi dalam maknanya yang sangat materialistik. Pada sisi ini, Pemda Kabupaten Garut akan berusaha mewujudkan adanya kepedulian sosial dalam formatnya yang baru berupa solidaritas organik yang tersistemkan, meskipun sedang terjadi pengikisan terhadap format lama kepedulian sosial (baca: gotong royong).

Ketiga, dalam derajat tertentu rendahnya kepedulian sosial berjalin kelindan dengan makna ”pemerintahan” dalam konteks kehidupan masyarakat Kabupaten Garut. Sebagaimana diketahui, hubungan antara pemerintah dan masyarakat adalah hubungan yang dilandaskan pada prinsip kontrak sosial (social contract). Dalam kontrak sosial itu, masyarakat menyerahkan sebagian urusan dan kepentingannya untuk dikelola oleh para aktor pengelola pemerintahan. Tujuan pokok dari adanya kontrak sosial itu adalah tegaknya kemaslahatan, keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan. Dalam praktiknya, para aktor pengelola pemerintahan belum sepenuhnya mampu memenuhi prinsip kontrak sosial itu. Akan tetapi memang ada para aktor pengelola pemerintahan dilanda oleh inersia peran karena miskin inisiatif dan kreativitas dalam menciptakan atmosfer kehidupan masyarakat secara lebih baik, tragisnya lagi para aktor pengelola negara mengambil keuntungan dari adanya kontrak sosial itu melalui titian jalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Sehubungan dengan hal itu, maka Pemda Kabupaten Garut akan menggunakan momentum ini sebagai pijakan untuk menggerakkan gerakan pemberantasan KKN yang ada di Pemda Kabupaten Garut.

Jujur harus diakui, suasana demokratis dalam pengelolaan bidang pemerintahan di Kabupaten Garut belum berjalan lama, sehingga demokratisasi dalam pengelolaan pemerintahan masih jauh dari harapan untuk mampu membentuk sebuah model dan pola yang lebih mapan berpihak kepada masyarakat. Oleh karena itu Pemda Kabupaten Garut akan berusaha mengelola pemerintahan di Kabupaten Garut dengan prinsip-prinsip demokrasi untuk mewujudkan masyarakat madani. Ini karena, pengelolaan pemerintahan secara demokratis baru berjalan bersamaan waktu dengan bergulirnya reformasi politik dan kekuasaan di tingkat nasional sejak penghujung dekade ’90-an. Kalaulah kemudian metode pengelolaan pemerintahan di Kabupaten Garut tak sepenuhnya mampu dibersihkan dari kecenderungan KKN, maka itulah kenyataan yang tak bisa dibantah. Tetapi dengan demikian berarti pemerintahan di Kabupaten Garut sesungguhnya tengah berhadapan dengan agenda besar yang harus dipecahkan, yaitu bagaimana ke depan pemerintahan Kabupaten Garut benar-benar bersih dari anasir-anasir KKN. Kalau pun kelak masih muncul persoalan KKN, maka persoalan itu diharapkan benar-benar kasuistik sifatnya dan bukan sesuatu yang bekerja secara sistemik.

Catatan yang penting dikemukakan sekarang, sejauh belum terjalin good and clean government di Kabupaten Garut, maka sejauh itu pula masyarakat melihat, menyimak dan menilai eksistensi para aktor pengelola pemerintahan sebagai anakronik. Dengan kata lain, para aktor pengelola pemerintahan belum berhasil mengukuhkan dirinya sebagai tauladan terhadap masyarakat. Di sinilah, seruan-seruan aparat pemerintah ke arah terbentuknya solidaritas sosial dengan mudahnya dipandang masyarakat sebagai retorika mati yang tanpa sukma. Untuk itu Pemda Kabupaten Garut akan berusaha memberikan tauladan masyarakat untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa.

Dengan memperhatikan uraian di atas, maka problem lunturnya solidaritas dan kepedulian sosial di Kabupaten Garut dapat diidentifikasi berdasarkan tiga hal, yaitu individualisme, materialisme-hedonisme dan feodalisme pengelolaan pemerintahan. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan, pemerintahan Kabupaten Garut akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan persoalan besar ini demi terwujudnya kepedulian sosial dalam kancah kehidupan masyarakat Kabupaten Garut. Secara skematik, solusi terhadap persoalan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, selama lima tahun ke depan pemerintahan Kabupaten Garut mengimplementasikan agenda revitalisasi kearifan lama yang pernah lahir dan menunjukkan eksistensinya dalam kehidupan masyarakat. Pada tataran ini, gotong royong kembali dipertimbangkan sebagai salah satu format kearifan lama yang harus kembali dihidupkan oleh pemerintahan melalui rancangan berbagai macam program pembangunan sosial dan ekonomi. Dengan demikian berarti, seluruh program pembangunan yang dicangkan Kabupaten Garut selama lima tahun ke depan tidak mungkin lagi semata dilandaskan pada pemikiran sempit modernisasi dan rasionalisasi tanpa memperhatikan kearifan-kearifan lama.

Kedua, spiritualitas ditekankan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari praktik keagamaan pada kancah kehidupan masyarakat di Kabupaten Garut. Program-program yang terkait dengan kehidupan umat beragama dalam jangka waktu lima tahun ke depan tak mungkin lagi didasarkan pada pemikiran sempit, yaitu semata dimaknai sebagai pembangunan tempat-tempat ibadah. Harus lahir kesadaran baru pada pemerintahan Kabupaten Garut mendatang, bahwa kehidupan beragama benar-benar dilandaskan pada spiritualitas. Yang dimaksudkan dengan spiritualitas di sini ialah perilaku sosial dalam kancah kehidupan masyarakat diwarnai oleh terjadinya persenyawaan antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Untuk keperluan ini, mendesak dilakukan berbagai pengkajian, telaah dan analisa terhadap tradisi beragama, eksistensi agama, perilaku umat beragama, pengalaman beragama, pemikiran keagamaan, sejarah penafsiran agama serta agama dan tantangan modernisasi dalam keseluruhan konteks pada kehidupan masyarakat Kabupaten Garut. Output dari pengkajian, telaah dan analisa tersebut dijadikan masukan untuk melakukan pembinaan kehidupan beragaman di Kabupaten Garut dengan tujuan pokok untuk menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial.

IV.1.2. Sasaran

Berdasarkan tantangan permasalahan di atas sasaran peningkatan kualitas kehidupan beragama untuk tahun 2009 -2014 adalah:

1. Peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama serta kehidupan beragama.

· Meningkatnya kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kualitas masyarakat dari sisi rohani makin baik. Upaya ini juga ditujukan kepada anak peserta didik di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak dini pada anak-anak;

· Meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, kolekte, dana puja, dan dana paramita dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat;

· Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai agama dan kepercayaannya;

· Meningkatnya peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai agen pembangunan dalam rangka meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi krisis.

2. Peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama

Terciptanya harmoni sosial dalam kehidupan intern dan antarumat beragama yang toleran dan saling menghormati dalam rangka menciptakan suasana yang aman dan damai.

IV.1.3.Arah Kebijakan

Bertitik tolak dari permasalahan yang diuraikan di atas, maka menjadi arah kebijakan adalah untuk meningkatkan rasa kebersamaan diantara kelompok masyarakat tercermin dari menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antar kelompok maupun golongan masyarakat.

Sedangkan untuk mencapai sasaran tersebut, maka prioritas akan diletakkan pada peningkatan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat dengan cara :

1. Peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman beragama serta kehidupan beragama.

· Peningkatan kualitas, pemahaman, penghayatan, da pengamalam ajaran agama;

· Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;

· Peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan;

· Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, wakaf, infak, shodaqoh, kolekte, dana punia, dan dana paramita, dan peningkatan profesionalisme tenaga pengelola;

· Peningkatan kualitas penataan dan pengelolaan serta pengembangan fasilitas dan pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;

· Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita/ sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika;

· Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan agama; serta

· Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama.

2. Peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama.

· Peningkatan upaya menjaga keserasian sosial di dalam kelompok- kelompok keagamaan dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam rangka memperkuat hubungan sosial masyarakat;

· Pencegahan kemungkinan berkembangnya potensi konflik di dalam masyarakat yang mengandung sentimen kegamaan dengan mencermati serta responsif dan mengantisipasi secara dini terjadinya konflik;

· Peningkatan kerjasama intern dan antar umat beragama di bidang sosial ekonomi.

IV.1.4. Program

Arah kebijakan dalam peningkatan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:

1. Program Peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai keagamaan.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai ajaran agama bagi setiap individu, keluarga, mayarakat dan penyelenggara negara.

Kegiataan pokok yang dilaksanakan antara lain, meliputi:

· Penyuluhan dan bimbingan keagamaan bagi masyarakat dan aparatur negara melalui bantuan operasional untuk penyuluh agama; menyediakan sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan;

· Pelatihan bagi penyuluh, pembimbing, mubaligh, da’i, juru penerang, dan orientasi bagi pemuka agama;

· Pemberian bantuan penyelenggaraan MTQ, Pesparawi, Utsawa dharma gita, festival seni baca kitab suci agama Budha dll.

· Pembentukan jaringan dan kerjasama lintas sektor serta masyarakat untuk memberantas pornografi, pornoaksi, praktek KKN, penyalahgunaan narkoba, perjudian, prostitusi, dan berbagai jenis praktek asusila; serta

· Pemantapan landasan peraturan perundang-undangan penanggulangan pornografi dan pornoaksi.

2. Program Peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan

Program ini bertujuan untuk; (1) membina pendidik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta berahlak mulia; (2) mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.

Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:

· Penyempurnaan kurikulum dan materi pendidikan agama yang berwawasan multikultural, pengembangan konsep etika sosial berbasis nilai-nilai agama, metodologi pengajaran dan sistem evaluasi;

· Pengembangan wawasan dan pendalama materi melalui berbagai loka karya, workshop, seminar, studi banding dan orientasi; penataran daan penyetaraan DII dan DIII bagi guru-guru agama pendidikan dasar, dan pemenuhan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan agama;

· Pelaksanaan perkemahan pelajar/mahasiswa, lomba karya ilmiah agama, dan pementasan seni keagamaan; menyelenggarakan pesantren kilat, pabbajja/samanera/ samaneri; dan pembinaan dan pengembangan bakat kepemimpinan kegamaan bagi beserta didik, santri, brahmacari, mahasiswa, guru agama;

· Pemberian bantuan sarana, peralatan, buku pelajaran agama, buku bacaan bernuansa agama lainnya pada sekolah umum dan lembaga pendidikan keagamaan; serta

· Pelaksanaan kerjasama internasional, program pendidik agama dan keagamaan.

3. Program peningkatan pelayanan kehidupan beragama

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi umat beragama dalam melaksanakan ajaran agama, mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiataan pelayanan kehidupan beragama.

Kegiataan pokok yang dilaksanakan meliputi;

· Pemberian bantuan untuk: rehabilitasi tempat ibadah dan pengembangan perpustakaan tempat peribadatan; sertifikasi tanah wakaf, tanah gereja, pelaba pura dan wihara serta hibah; beserta bantuan kitab suci dan lektur keagamaan:

· Peningkatan pelayanan pembinaan keluarga, peningkatan pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas nikah serta pembangunan rehabilitasi balai nikah dan penasehatan perkawinan (KUA), peningkatan fungsi dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat melalui bantuan untuk pengembangan perpustakaan;

· Peningkatan pembinaan, pelayanan, perlindungan jamaah, efisiensi dan transparansi;

· Peningkatan pelayanan, dan pengelolaan zakat, infaq, shadaqah, kolekte, dana punia dan dana paramita sera ibadah sosial lainnya dan dana yang lainnya;

· Pengembangan sistem informasi keagamaan serta peningkatan sarana dan kualitas tenaga, tehnis, hisab dan rukyat.

4. Program pengembangan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan kegamaan.

Program ini bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kapasitas, kualitas, serta peran lembaga sosial kegamaan dan lembaga pendidikan keagamaan dalam menunjang perubahan sosial masyarakat, mengurangi dampak negatif ekstimisme masyarakat, serta memberikan pelayanan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia terutama bagi masyarakat pedesaan dan ekonomi lemah.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain, meliputi :

· Pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan, seperti kelompok jamaah keagamaan, organisasi keagamaan, pengelola dana sosial keagamaan melalui peningkatan kualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga sosial kegamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

· Pemberian bantuan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan kegamaan; subsidi dan imbal-swadaya pembangunan dan rehabilitasi sarana serta prasarana kepada lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; dan block-grant dalam pengembangan manajemen lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

· Pembangunan jaringan kerja sama dan sistem informasi lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan kegamaan; dan melakukan kunjungan belajar antar lembaga sosial lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; serta

· Pengkajian, penelitian, dan pengembangan mutu pembinaan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga kependidikan keagamaan.

5. Program penelitian dan pengembangan agama.

Program ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengembangan kebijakan pembangunan agama, penyediaan data dan informasi bagi masyarakat akademik, dan umum dalam rangka mendukung tercapainya program-program pembangunan agama.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:

· Pengkajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan beragama; pemberdayaan serta pemanfaatan lektur keagamaan; dan melakukan tinjauan bagi antispasi dampak negatif moderenisasi, globalisasi, dan perubahan sosial ang semakin cepat dan kompleks;

· Identifikasi dan perumusan indikator kerja pembangunan bidang agama;

· Peningkatan kreativitas masyarakat dan menghasilakan karya ilmiah dan karya tulis di bidang keagamaan;

· Kajian terhadap peraturan terhadap kehidupan umat beragama;

· Pengembangan hasil-hasil peneliatian dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama.

6. Program peningkatan kerukunan umat beragama

Program ini bertujuan memantapkan dasar-dasar kerukunan intern dan antar umat beragama yang dilandasi nilai-nilai luhur agama untuk mencapai keharmonisan sosial menuju persatuan dan kesatuan nasional.

Kegiataan pokok yang dilakukan meliputi;

· Internalisasi ajaran agama dan sosialisasi wawasan multikultural di kalangan umat beragama;

· Pembangunan hubungan antar umat beragama, majlis agama dan pemerintah melalui dialog dan temu ilmiah;

· Silaturahmi/safari kerukunan umat beragama ditingkat daerah regional; pembentukan forum komunikasi kerukunan antar umat beragama di tingkat Kabupaten-Kecamatan, melanjutkan pembentukan jaingan komunikasi kerukunan antar umat beragama; meningkatkan peran jaringan kerjasama antar umat beragama; dan silaturahmi antara pemuka agama, cendikiawan agama, dan tokoh agama;

· Pengembangan wawasan multikultural bagi guru-guru agama dan peningkatan kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama.

7. Program pemberdayaan civil society.

Pemerintah memfasilitasi berbagai forum kemasyarakatan dalam mengembangkan wacana-wacana sosial politik untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya civil society;

· Memfasilitasi terlaksananya pendidikan politik masyarakat yang berkualitas bersama pihak terkait agar masyarakat dapat memahami dan mengimplementasikan hak dan kewajiban sesuai dengan UUD 1945;

· Perbaikan akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi dan sosial;

· Fasilitasi terlaksananya komunikasi, informasi dan edukasi budaya demokrasi, anti KKN, HAM dan Etika Politik;

· Pengembangan penanganan konflik yang mengutamakan harmoni sosial melalui optimalisasi dan pemberdayaan fungsi pranata-pranata adat lokal yang berkredibilitas tinggi.

· Pelaksanaan dialog antar budaya yang terbuka dan demokratis;

· Pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat;

· Pelestarian dan pengembangan ruang publik untuk memperkuat modal sosial;

· Peningkatan penegakkan hukum untuk menciptakan rasa keadilan antar unit budaya dan antar unit sosial.

IV.2. Supremasi Hukum dan HAM, Ketentraman dan Ketertiban

Di Kabupaten Garut, masalah belum optimalnya supremasi hukum dan HAM, ketentraman dan ketertiban ditandai oleh rendahnya apresiasi terhadap substansi hukum maupun terhadap kelembagaan dalam bidang hukum. Fenomena umum atas kenyataan ini dapat disimak pada maraknya main hakim sendiri terhadap para pihak yang dianggap melakukan kejahatan dan kriminalitas.

Manakala ditilik secara seksama, masalah ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang secara terbatas hanya muncul dan mewarnai kehidupan masyarakat di Kabupaten Garut. Hal yang sama juga mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Namun demikian, sorotan terhadap masalah ini dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Garut terkait dengan masa depan pemerintahan baru selama lima tahun ke depan. Di satu pihak, masalah tak optimalnya supremasi hukum harus diakui sebagai kenyataan pahit untuk kemudian dicarikan pemecahan dan jalan keluarnya. Di lain pihak, munculnya masalah dalam bidang hukum meniscayakan adanya kesadadaran untuk melihat peran dan fungsi hukum melalui sudut pandang baru yang berpijak pada prinsip keadilan. Atas dasar itu, pemerintahan Kabupaten Garut selama lima tahun ke depan tidak dapat mengelak dari implementasi tiga agenda penting berikut ini.

Pertama, pemerintahan daerah pada berbagai lini harus menjadi pilar bagi terbentuknya budaya hukum di Kabupaten Garut. Yang dimaksudkan dengan budaya hukum di sini ialah adanya kecenderungan dan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat untuk menghormati hukum dengan segala konsekuensi, implementasi dan pelaksanannya. Kesadaran akan hukum lalu menjadi salah satu elemen penting dalam proses pendidikan. Maka, jelas pada akhirnya bagaimana jalan keluar pemecahan masalah ini. Bahwa pemerintahan mendatang di Kabupaten Garut tidak bisa mengingkari kenyataan untuk menjadi elemen vital supremasi hukum itu sendiri demi meyakinkan masyarakat akan makna penting hukum sebagai pijakan pengaturan kehidupan pada tingkat kolektif.

Kedua, upaya menegakkan supremasi hukum di Kabupaten Garut berada dalam sebuah skenario atau berada dalam satu tarikan nafas dengan prakarsa-prakarsa baru pemerintahan mendatang untuk mencerdaskan masyarakat dalam bidang hukum. Solusi masalah ini berpijak pada logika bahwa selama penyebarluasan hakikat supremasi hukum dilakukan secara massal dan bersifat non-formal, maka itu berarti telah lahir suatu model yang tidak hendak melakukan penilaian secara sepihak mengapa kehidupan masyarakat semakin diwarnai oleh degradasi supremasi. Pada tataran ini berarti pemerintah daerah Kabupaten Garut berada di garis depan untuk melakukan persuasi dan pedagogi secara elegan akan pentingnya supremasi hukum. Upaya optimalisasi supremasi semacam ini dilandaskan pada asumsi bahwa masyarakat sebenarnya bersedia menjadi elemen vital tegaknya hukum (law enforcement) namun harus dimulai oleh adanya prakarsa dari kalangan pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat dalam bidang hukum.

IV.2.1. Sasaran

Untuk mendukung upaya penghormatan dan pemenuhan serta penegakkan terhadap hukum dan hak asasi manusia , sasaran yang ingin dicapai dalam lima tahun ke depan adalah mendukung terlaksananya berbagai langkah aksi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan dan penegakkan terhadap hukum dan hak asasi manusia Rencana aksi hak asasi manusia; Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi, Rencana Aksi Nasional Pengahpusan Eksploatasi Anak, Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Kekerasan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.

IV.2.2. Arah Kebijakan.

Upaya penghormatan, pemenuhan dan penegakkan terhadap hukum dan hak asasi manusia diarahkan pada kebijakan untuk meningkatkan pemahaman dan menciptakan penegakkan dan kepastian hukum yang konsisten dengan langkah-langkah :

1. Meningkatkan upaya pemajuan, perlindungan, penegakkan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia;

2. Menegakkan hukum secara adil, konsekwen, tidak diskriminatif;

3. Menggunakan nilai-nilai budaya Kabupaten Garut sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan terciptanya kesadaran hukum masyarakat;

4. Meningkatkan kerjasama yang harmonis antara kelompok atau golongan dalam masyarakat, agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing; dan

5. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.

IV.2.1. Program.

Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk meningkatkan penghormatan, pengakuan dan penegakkan atas hukum dan hak asasi manusia dijabarkan dalam program pembangunan hukum sebagai berikut:

Program penegakkan hukum dan hak asasi manusia bertujuan untuk melakukan tindakan preventif dan korektif terhadap penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam proses penyelenggaran kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Dalam kurun waktu lima tahun ke depan, penegakkan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka merebut kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum mengutamakan tiga agenda pokok penegakkan hukum dan hak asasi manusia, yaitu ; pemberantasan korupsi, anti-terorisme, dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Untuk itu penegakkan hukum dan hak asasi manusia harus dilakukan dengan tegas, tidak diskriminatif, serta konsisten.

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan meliputi :

1. Peningkatan penegakkan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalah gunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya;

2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia atau juga mencegah dan memberantas korupsi;

3. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tegakknya menegakkan hak asasi manusia;

4. Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga negara di depan hukum, melalui keteladanan Kepala Daerah Kabupaten Garut beserta jajarannya untuk mematuhi dan mentaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekwen;

5. Penyelenggaraan audit reguler atas kekayaan seluruh pejabat pemerintah;

6. Peninjauan serta menyempurnakan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, dan tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyrakat;

7. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakkan hukum dann hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial, agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya;

8. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik; pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akutabel;

9. Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakkan hukum dan hak asasi manusia;

10. Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektifitas penegakkan hukum dan hak asasi manusia.

IV.3. Kemiskinan, Kesenjangan dan Pengangguran

Problema kemiskinan, kesenjangan dan pengangguran di Kabupaten Garut merupakan kenyataan yang harus dihadapi secara seksama melalui serangkaian kebijakan yang berpihak kepada kaum marginal. Sebagaimana diketahui, kemiskinan sudah sejak lama muncul dalam tatanan masyarakat mana pun dan dalam jangka waktu kapan pun. Tetapi dengan ini pula harus muncul kesadaran dan berbagai kerangka teoritik yang menegaskan bahwa kemiskinan terbentuk oleh salah satu dari dua sebab, yaitu sebab struktural dan sebab kultural. Sebab-sebab struktural kemiskinan dapat ditelusuri pada interelasi kekuasaan di mana kebijakan-kebijakan pemerintah mencetuskan terbentuknya gugusan kemiskinan di tengah-tengah kancah kehidupan masyarakat. Kebijakan pemerintah yang sangat berpihak pada kaum kapitalis, misalnya, cenderung untuk selalu dikompensasi oleh marginalisasi terhadap masyarakat yang tunakuasa. Sebab-sebab kultural kemiskinan terkait dengan pandangan hidup fatalistik yang mewarnai kehidupan masyarakat.

Grafik Permasalahan Sosial Terbesar

di Kabupaten Garut 2003-2006

Sumber: Dinas Tenaga Kerja, Sosial, dan Transmigrasi Kabupaten Garut 2007

Karena masyarakat miskin juga umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya posisi tawar masyarakat miskin dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang merugikan Masyarakat miskin juga harus menerima pekerjaan dengan upah yang terlalu rendah tanpa sistem kontrak atau dengan sistem kontrak yang sangat rentan terhadap kepastian hubungan kerja yang berkelanjutan.

Namun sejalan dengan kian berkembangnya tingkat pendidikan dan kecerdasan, maka semakin banyak jumlah masyarakat yang telah melakukan upaya-upaya sadar secara mandiri untuk melepaskan diri dari belenggu kemiskinan. Itulah mengapa, sebab-sebab fundamental dari terbentuknya kemiskinan pada akhirnya memang lebih banyak didominasi oleh kemiskinan struktural.

Sebab secara keseluruhan masyarakat miskin umumnya menghadapi permasalahan terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang untuk mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah tangga. Masyarakat miskin dengan keterbatasan modal dan kurangnya ketrampilan maupun pengetahuan, hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan terbatasnya peluang untuk mengembangkan usaha. Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan tidak ada kepastian akan keberlanjutannya.

Di sisi lain, kesulitan ekonomi seringkali memaksa anak dan perempuan untuk bekerja. Pekerja perempuan, khususnya buruh migran perempuan maupun pembantu rumah tangga dan pekerja anak menghadap resiko sangat tinggi untuk dieksploitasi secara berlebihan, tidak menerima gaji yang layak atau digaji murah, dan bahkan seringkali diperlakukan tidak manusiawi.

Karena rendahnya posisi tawar masyarakat miskin disebabkan oleh ketidakmampuan pekerja untuk melakukan tawar-menawar. Konflik yang terjadi sering dimenangkan oleh pihak perusahaan dan merugikan para buruh. Pemerintah sebgai pihak menjadi mediasi dan pembeli kepentingan masyarakat seringkali kurang responsif dan peka untuk menindaklanjuti masalah perselisihan antar pekerja dengan pengusaha. Dampak dari perselisihan seringkali membuahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tidak adil, sehingga mengakibatkan munculnya orang miskin baru.

Masyarakat juga memiliki akses yang terbatas untuk memulai dan mengembangkan usaha. Permasalahan yang dihadapi antara lain sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan terhadap kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan tehnis tehnologi. Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM. Kenyataan ini tidak memberikan pilihan lain untuk memperoleh modal dengan cara meminjam rentenir dengan tingkat suku bunga yang sangat tinggi. Masyarakat miskin juga mengahadapi masalah lemahnya perlindungan aset usaha, terutama perlindungan hak cipta tradisional dan hilangnya aset usaha akibat penggusuran.

Karena itu, dalam konteks Kabupaten Garut, solusi kemiskinan harus memiliki resonansi yang kuat dengan reformasi kebijakan publik dalam bidang sosial dan ekonomi. Spirit yang melandasi lahirnya kebijakan-kebijakan publik itu sejatinya bercorak populis.

Solusi semacam ini menjadi kian relevan setelah terbukti bahwa kemiskinan memiliki jalinan yang kuat dengan kesenjangan dan pengangguran. Sebagai masalah sosial, kesenjangan selalu bersifat multidimensional, mencakup kesenjangan spasial desa-kota, kesenjangan skala usaha besar dan kecil serta kesejangan dalam hal mendapatkan oportunitas atau peluang perbaikan kondisi ekonomi. Dalam sebuah entitas pemerintahan di daerah, kesenjangan ini merupakan tantangan yang harus diatasi melalui kerangka kebijakan yang populis. Sementara pengangguran memiliki resonansi yang sangat kuat dengan kebijakan pemerintah daerah dalam hal penyediaan dan penciptaan lapangan kerja melalui pemenuhan kapasitas terpasang industri maupun perekonomian serta melalui kemampuan membuka kesempatan untuk melakukan investasi.

Jadi secara skematik semuanya kembali pada kemampuan pemerintah daerah merancang bangun sebuah model pengembangan perekonomian di daerah yang bukan saja memanfaatkan potensi-potensi lokal, tetapi lebih jauh lagi dari itu memang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan. Hal lain yang perlu diberikan catatan sebagai solusi adalah kembali pada filosofi lama tentang “ikan” dan “kail” dalam proses eleminasi kemiskinan di tengah kehidupan masyarakat. Adalah tugas pemerintah daerah dalam hal ini untuk melahirkan berbagai macam kebijakan yang intinya menciptakan “kail” bagi masyarakat miskin agar masyarakat miskin dapat diakomodasi ke dalam lapangan kerja atau masyarakat miskin memperoleh keleluasaan mengembangkan berbagai prakarsa usaha dalam bidang ekonomi tanpa adanya hambatan yang bersifat struktural.

IV.3.1. Sasaran

Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam lima tahun ke depan adalah menurunkan jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan, dan terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat secara bertahap. Hal ini bisa dilakukan apabila pemenuhan hak-hak dasar masyarakat bisa tercapai secara bertahap dimulai dari yang paling mendasar terlebih dahulu yaitu pemenuhan hak dasar akan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai. Secara rinci sasarannya adalah sebagai berikut :

· Menurunkan persentase penduduk yang dibawah garis kemiskinan;

· Memberdayakan masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembang usaha mereka, yang pada gilirannya akan memperluas kesempatan kerja;

· Memberikan kebijakan-kebijakan yang bisa mendorong usaha mikro, kecil dan menengah;

· Meningkatkan kemampuan masyarakat miskin sehingga mereka akan dapat mengembangkan kemampuan dan ketrapilan mereka.

IV.3.2. Arah Kebijakan

Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka arah kebijakan pembangunan akan diarahkan untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat yang meliputi hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, rasa aman, serta hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik.

Sebagian arah kebijakan dapat diuraikan secara lebih lanjut sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemitraan dengan pihak-pihak terkait dalam rangka memperluas kesempatan kerja;

2. Mengembangkan usaha mikro, kecil dan koperasi;

3. Meningkatkan kelembagaan masyarakat miskin dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha.

4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat miskin dalam mengembangkan kemampuan kerja dan berusaha;

5. Melindungi pekerja baik laki-laki maupun perempuan untuk menjamin keberlangsungan, keselamatan, dan keamanan kerja;

IV.3.3. Program

Seiring dengan arah kebijakan, maka untuk memenuhi ketersediaan pekerjaan dan berusaha yang layak dilakukan melalui program-program, diantaranya :

1. Program pengembangan kemitraan, bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat jaringan kerjasama antara pemerintah (pusat-kabupaten-kota)-swasta- dan masyarakat dan pelaku industri di dalam maupun di luar negeri. Dalam rangka mencapai program kemitraan;

· Pembangunan dan perkuatan jaringan data base dan informasi kemungkinan investasi.

· Pengembangan Litbang dan SDM

· Fasilitas pembentukan forum komunikasi antar pelaku ekonomi

2. Program penciptaan iklim usaha koperasi dan usaha kecil dan menengah

· Penyediaan perijinan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perijinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal bagi usaha skala mikro; dan

· Penyediaan infrastrukur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha.

· Perlindungan dan peningkatan kepastian hukum bagi usaha mikro, kecil dan koperasi;

3. Program pemberdayaan usaha skala mikro

· Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap modal, faktor produksi, informasi, tehnologi dan pasar tanpa diskriminasi gender;

· Peningkatan dan penyebarluasan tehnologi yang mampu meningkatkan kemampuan kerja masyarakat miskin untuk menghasilkan produk yang lebih banyak dan bermutu;

· Peningkatan ketrampilan masyarakat miskin dengan kemampuan berbeda sesuai dengan potensi yang ada;

· Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif dengan tanpa mendistorsi pasar seperti sistem bagi hasil, dari dana bergulir, sistem tanggung renteng, atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti agunan;

· Penyelenggaraan dukungan tehnis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah, BUMD yang terkoordinasi, profesional, dan institusional;

· Fasilitas untuk pembentukan wadah organisasi bersama diantara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima dalam meningkatkan posisi tawar dan effisiensi usaha;

· Dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pendekatann pembinaan sentra-sentra produksi/klaster sesuai dukungan infrastruktur yang memadai; dan

· Pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan terutama di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan.

4. Program pendukung pasar kerja

· Peningkatan kemampuan serikat pekerja dan organisasi usaha mikro dan kecil dalam memperjuangkan hak-hak mereka;

· Perlindungan terhadap kebebasan berserikat dan hak atas perundingan bersama; dan

· Peningkatan jaminan keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja.

5. Program peningkatan kualitas kerja

· Peningkatan kemampuan calon tenaga kerja sehingga memiliki kemampuan yang kompetitif memasuki lapangan kerja baik di luar maupun di dalam negeri;

6. Program perlindungan dan pengembangan Lembaga Tenaga Kerja

· Pengembangan hubungan industrial yang dilandasi hak-hak pekerja;

· Peningkatan perlindungan hukum yang menjamin kepastian kerja dan perlakuan yang adil bagi pekerja;

· Pencegahan terhadap eksploitasi dan berbagai bentuk pekerjaan terburuk anak;

· Peningkatan kerjasama bilateral dan multilateral dalam melindungi buruh migran;

· Perlindungan terhadap kebebasan berserikat dan hak atas perlindungan bersama; dan

· Peningkatan jaminan keselamatan kesehatan dan keamanan kerja.

IV.4. Masalah Akses Kesehatan

Akses kesehatan sebagai masalah di sebuah Kabupaten jelas tidak hanya menyangkut tingkat ketersediaan pusat-pusat layanan masyarakat. Masalah akses kesehatan bukan hanya terfokus pada ketersediaan Puskesmas dan Rumah Sakit secara memadai, tetapi juga keterjangkauan secara finansial. Selama lima tahun ke depan, pemerintah Kabupaten Garut menghadapi tantangan besar berkenaan dengan akses kesehatan itu. Persoalannya adalah sejauhmana pemerintah Kabupaten Garut mendatang mampu memperluas akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin.

Stigma buruk pelayanan kesehatan di sebuah Kabupaten seperti halnya Kabupaten Garut ialah tingkat keterjangkauan secara finansial untuk mendapatkan pelayanan dalam bidang kesehatan. Kenyataan memperlihatkan bahwa telah terjadi komersialisasi dalam pelayanan bidang kesehatan, sehingga hanya mereka yang memiliki uang dalam jumlah besar yang mampu memperoleh pelayanan kesehatan dengan kualitas dan standar yang sangat memadai. Kontras dengan itu adalah kaum miskin yang kian jauh dari kemampuan untuk membiayai dirinya dalam hal memenuhi pelayanan bidang kesehatan. Kenyataan semacam ini tak dapat dibantah dan juga tak dapat ditutup-tutupi, sehingga mendesak untuk dicarikan solusi atau pemecahannya.

Apa yang kemudian fundamental dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Garut adalah menjadikan Kabupaten Garut sebagai prototipe adanya pelayanan kesehatan yang sangat terjangkau oleh masyarakat luas. Aspek penting yang harus dilakukan dengan segera adalah menghilangkan klasifikasi kelas dalam pelayanan kesehatan hanya berdasarkan kemampuan ekonomi. Bagaimana pun, klasifikasi kelas dalam pelayanan kesehatan sesungguhnya berhubungan erat dengan tingkat kerentanan terhadap penyakit, bukan justru pada tingkat kemampuan secara finansial. Masyarakat dari berbagai macam golongan ekonomi berada di kelas yang sama dalam pelayanan kesehatan mengacu pada jenis atau macam penyakit. Kerangka berpikir semacam ini yang harus dikembangkan dan dipertajam lebih lanjut untuk mewarnai kebijakan-kebijakan kesehatan di Kabupaten Garut.

Rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin adalah rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi.

Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, namun disparitas status kesehatan antar masyarakat, antar kawasan, dan antar perkotaan dan pedesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin adalah hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya.

Solusi lain terhadap masalah ini dilakukan melalui adanya jaminan asuransi kesehatan kepada masyarakat miskin menghadapi kemungkinan terjangkiti berbagai macam jenis penyakit yang terkenal akut dan kronis. Apa yang kemudian niscaya dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Garut adalah menstimuli kehadiran asuransi-asuransi kesehatan melalui lahirnya kebijakan usaha asuransi kesehatan yang kondusif di Kabupaten Garut.

V.4.1. Sasaran

Sasaran pembangunan kesehatan pada kurun lima tahun ke depan adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin dari indikator dampak (impact) yaitu :

1. Meningkatnya umur harapan hidup manusia 66,3 tahun menjadi 70,5 tahun;

2. Menurunkan angka kematian bayi 52 menjadi 37 per 1.000 kelahiran hidup;

3. Menurunkan angka kematian ibu melahirkan dari 230 menjadi 200 per 100.000 kelahiran hidup; dan

4. Menurunkan prevelansi gizi kurang pada anak balita dari 25,4 % menjadi 20.0 %.

IV.4.2. Arah Kebijakan

Bertitik tolak dari permasalahan di atas maka arah kebijakan meliputi:

1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pelayanan masyarakat;

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit menular, lingkungan sehat, kelangsungan dan perkembangan anak, gizi keluarga, perilaku hidup sehat;

3. Meningkatkan kemampuan identifikasi masalah kesehatan masyarakat;

4. Meningkatkan investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat di berbagai tingkat pemerintahan;

5. Meningkatkan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat;

6. Meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait untuk penanggulangan masalah kesehatan masyarakat;

7. Meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan;

8. Mengutamakan masalah kesehatan masyarakat seperti TBC, malaria, rendahnya status gizi, dan akses kesehatan reproduksi; dan

9. Membina dan mendorong keikutsertaan pelayanan kesehatan non pemerintah/swasta dalam pelayanan kesehatan.

IV.4.3. Program

Untuk memenuhi hak dasar masyarakat atas layanan kesehatan yang bermutu dilakukan melalui program-program diantaranya:

1. Program upaya kesehatan masyarakat

· Pelayanan kesehatan penduduk di Puskesmas dan jaringannya;

· Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas dan jaringannya;

· Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial;

· Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan, kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar.

2. Program upaya kesehatan perorangan

· Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas tiga rumah sakit; dan

· Pembangunan sarana dan prasarana rumah sakit

3. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit

· Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko;

· Peningkatan imunisasi;

· Penemuan dan tatalaksana penderita;

· Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah;

· Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang pencegahan dan pemberantasan penyakit.

4. Perbaikan gizi masyarakat

· Peningkatan pendidikan gizi;

· Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan berkat kurang yudiom (GAKY), kekurangan vitamin A dan kekurangan gizi mikro lainnya;

· Peningkatan surveilens gizi; dan

· Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi;

5. Program sumber daya kesehatan

· Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan terutama untuk pelayanan kesehatan Puskesmas dan jaringannya, serta Rumah Sakit Kabupaten.

6. Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

· Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti Pos Yandu dan Polindes;

· Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

7. Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan

· Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan masyarakat secara kapitasi dan praupaya terutama bagi penduduk miskin yang berkelanjutan.

IV.5. Angka Putus Sekolah

DI Kabupaten Garut, angka putus sekolah mencapai 4850 orang, sehingga yang harus dibenahi lebih lanjut dalam bidang pendidikan adalah perbaikan kualitas guru, sarana dan prasarana.

Namun demikian, besaran angka putus sekolah ini tetap menjadi persoalan serius karena beberapa sebab. Pertama, putus sekolah merupakan kenyataan yang memiliki kaitan erat dengan ketidakmampuan masyarakat membiayai pendidikan. Secara rata-rata, putus sekolah tidak berhubungan dengan persoalan rendahnya tingkat intelegensia. Putus sekolah lebih merupakan persoalan kesejahteraan, ketimbang masalah intelektual. Kedua, putus sekolah merupakan fenomena berkenaan dengan terjadinya pergeseran dunia pendidikan. Sebagaimana diketahui, dalam kurun waktu terakhir ini pendidikan mulai terjebak ke dalam komersialisasi. Inilah yang kemudian melahirkan sekolah-sekolah favorit berbiaya mahal. Sementara, masyarakat miskin tidak memiliki cukup peluang untuk memasuki sekolah-sekolah favorit itu.

Berhadapan dengan kenyataan adanya angka putus sekolah itu maka tugas yang dipikul oleh pemerintahan Kebupaten Garut mendatang pada akhirnya terfokus pada upaya perumusan pendidikan gratis bagi kaum miskin dengan berbagai konsekuensinya. Pendidikan gratis tersebut menyangkut jenjang pendidikan SD hingga SLTA. Pertanyaannya kemudian: apakah terdapat kemampuan secara finansial untuk mewujudkan pendidikan gratis itu?

Pertanyaan ini bisa berarti terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pendidikan gratis. Tetapi hal yang juga tak kalah fundamentalnya adalah menjadikan pendidikan gratis sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Garut melakukan fund raising bagi terlaksananya pendidikan gratis. Secara kelembagaan, di satu pihak fund raising ini dibentuk oleh pemerintah daerah Kabupaten Garut untuk menghimpun dana-dana dari berbagai sumber di dalam dan di luar negeri untuk membiayai pendidikan gratis. Di lain pihak, fund raising beroperasi berdasarkan asumsi bahwa APBD tidak sepenuhnya mampu membiayai pendidikan gratis, meskipun secara bertahap tapi pasti APBD akan memberikan porsi perhatian yang besar terhadap pendidikan gratis melalui alokasi anggaran secara signifikan.

IV.5.1. Sasaran.

Sasaran pembangunan pendidikan sampai kurun lima tahun ke depan adalah pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak, menurunkan angka putus sekolah, menurunkan secara signifikan angka buat aksara, menyelenggarakan pendidikan non-formal yang memadai dan bermutu, menyelediakan sarana relevensi pendidikan yang memadai dan sesuai standar, meningkatkan ketersediaan tenaga pendidik dalam jumlah dan kualitas yang memadai, memberikan kepada masyarakat miskin yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

IV.5.2. Arah Kebijakan.

Pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh layanan pendidikan yang bebas biaya dan bermutu serta tanpa diskriminasi dilakukan dengan arah kebijakan sbb;

1. Meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat pada jenjang WAJAR 9 tahun melalui jalur formal dan non formal termasuk melalui upaya penarikan kembali siswa putus sekolah jenjang SD termasuk SDLB, MI, dan Paket A dan jenjang SMP/MTs/Paket B serta lulusan SD termasuk SDLB, MI, dan SMP/MTs/Paket B.

2. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara melalui peningkatan intentisifikasi perluasan akses dan kualitas penyelanggaraan pendidikan keaksaraan fungsional yang didukung dengan upaya penurunan angka putus sekolah khususnya pada kelas-kelas awal jenjang SD, termasuk SDLB dan MI atau yang sederajat serta mengembangkan budaya baca untuk menghindari terjadinya buta aksara kembali (relapse illiteracy), dan menciptakan masyarakat belajar;

3. Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya yang ingin meningkatkan dan/atau memperoleh pengetahuan, kecakapan/ ketrampilan hidup dan kemampuan guna meningkatkan kualitas hidupnya;

4. Mengembangkan kurikulum, bahan ajar dan model-model pembelajaran termasuk model kecakapan hidup dan ketrampilan bermatapencaharian yang diperlukan oleh masyarakat miskin;

5. Meningkatkan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat melayani kebutuhan pendidikan bagi masyarakat miskin, dan

6. Memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga miskin yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan berpendidikan tinggi.

IV.5.3. Program

Arah kebijakan tersebut dijabarkan melalui program-program diantaranya;

1. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun

· Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas terutama untuk daerah pedesaan dan wilayah terpencil yang disertai dengan tenaga pendidik serta penyediaan biaya operasional secara memadai, dan/atau subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau imbal swadaya bagi satuan pendidikan dasar untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan termasuk subsidi atau bea siswa bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu;

· Penyediaan berbagai alternatif pendidikan dasar baik melalui jalur formal maupun non formal untuk memenuhi kebutuhan, kondisi, dan potensi anak termasuk anak keluarga miskin dan yang tinggal di wilayah pedesaan, terpencil, serta pemberian perhatian kepada peserta didik dengan kemampuan berbeda (diffable), pekerja anak, anak jalanan, tanpa diskriminasi gender;

· Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar melalui pendidikan formal dan non-formal yang memenuhi kebutuhan, kondisi dan potensi anak, termasuk untuk kebutuhan penduduk miskin serta pemberian perhatian bagi peserta didik yang memiliki kesulitan mengikuti proses pembelajaran;

· Peningkatan upaya penarikan kembali siswa putus sekolah lulusan SD/MI yang tidak melanjutkan ke dalam sistem pendidikan serta mengoptimalkan upaya menurunkan angka putus sekolah (tidak melanjutkan sekolah), tanpa diskriminasi gender melalui antara lain penyediaan bantuan biaya pendidikan dalam bentuk bea siswa atau voucher pendidikan dan perluasan perbaikan gizi anak sekolah;

· Pengembangan kurikulum nasional dan lokal termasuk pengembangan pendidikan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat dan industri termasuk dasar-dasar kecakapan vokasi untuk peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah;

· Penyediaan materi pendidikan termasuk buku pelajaran dan bahan bacaan guna meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajari; dan

· Pemberantasan secara bertahap berbagai pungutan, iuran, sumbangan apapun yang berbentuk uang dari keluarga miskin.

2. Program pendidikan menengah

· Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas terutama untuk daerah pedesaan dan wilayah terpencil yang disertai dengan tenaga pendidik serta penyediaan biaya operasional secara memadai, dan/atau subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau imbal swadaya bagi satuan pendidikan dasar untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan termasuk subsidi atau bea siswa bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu;

· Pengembangan kurikulum nasional dan lokal termasuk pengembangan pendidikan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat dan industri termasuk dasar-dasar kecakapan vokasi untuk peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah;

· Penataan bidang keahlian pada pendidikan menengah kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja yang didukung oleh upaya meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan industri;

· Penyediaan layanan pendidikan baik umum maupun kejuruan bagi siswa SMA/MA/SMK yang tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi melalui penyediaan tambahan fasilitas dan program antara (bridging program) pada sekolah madrasah yang ada dan/atau kerjasama melalui kerjama antara kesatuan pendidikan baik formal ataupun non-formal; dan

· Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah baik formal maupun non formal untuk menampung kebutuhan penduduk miskin.

3. Program pendidikan non-formal

· Penguatan dan perluasan jangkauan satuan pendidikan non formal yang meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, serta satuan pendidikan sejenis melalui pengembangan standarisasi, akreditasi dan sertifikasi serta penguatan kemampuan manajerial pengelolanya;

· Perluasan akses dan kualitas penyelenggara pendidikan keaksaraan fungsional bagi penduduk buta aksara tanpa diskrimasi gender baik di perkotaan maupun di pedesaan;

· Pengembangan kurikulum, bahan ajar dan model-model pembelajaran pendidikan non-formal yang mengacu pada standar nasional yang sesuai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, tehnologi, budaya dan seni, termasuk model kecakapan hidup dan ketrampilan pencaharian;

· Penyediaan sarana dan pra-sarana pendidikan beserta pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bermutu secara memadai serta, menumbuhkan partispasi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan non-formal;

· Penyediaan biaya operasional secara memadai, dan/atau subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau imbal swadaya bagi satuan pendidikan non-formal untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan termasuk subsidi atau bea siswa bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu;

· Perluasan jangkauan kursus ketrampilan bagi keluarga miskin kota dan desa yang diintegrasikan dengan usaha mikro dan kemitraan dengan pengusaha.

4. Program meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan

· Peningkatan rasio pelayanan pendidik dan tenaga kependidikan melalui pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan secara lebih adil di pedesaan, daerah terpencil, dan komunitas miskin didasarkan pada ketepatan kualifikasi, jumlah, kompetensi dan lokasi;

· Peningkatan kualitas layanan pendidik melalui pendidikan dan latihan sehingga memiliki kulifikasi minimum dan sertifikasi yang sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar; dan

· Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik, dan tenaga kependidikan dengan mengembangkan sistem renumerasi dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, pemberian penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual terutama bagi pendidik yang bertugas di daerah terpencil, pedesaan, dan kantong-kantong kemiskinan.

IV.6. Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Infrastruktur

Percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur di Kabupaten Garut dewasa ini menemukan relevansinya dengan kenyataan betapa pemerintah Kabupaten Garut selama lima tahun ke depan harus mandiri secara finansial melalui peningkatan PAD. Kehedak untuk menciptakan kemajuan dalam perekonomian mau tidak mau memang harus disertai oleh ketersediaan infrastruktur. Ini karena infrastruktur merupakan underpinnings bagi kemajuan ekonomi. Jika ekonomi merupakan dinamika pada tingkat sektoral untuk membawa kehidupan pada taraf yang lebih baik, maka infrastruktur merupakan alat atau tools yang mewadahi dinamika tersebut. Secara demikian, tanpa ketersediaan infrastruktur agak sulit dibayangkan ekonomi akan mencapai kemajuan yang berarti.

Pokok soalnya kemudian, akuntabilitas pembangunan infrastruktur. Tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Garut adalah apakah pembangunan infrastruktur tidak stagnan semata sebagai proyek serta tanpa ada kejelasan visi untuk memajukan perekonomian. Beranjak dari persoalan inilah maka pembangunan infrastruktur sejatinya dipahami sebagai terbentuknya kekuatan dasar untuk memajukan perekonomian. Tuntutan ini mengharuskan pemerintahan daerah Kabupaten Garut untuk membersihkan anasir kolusi dan korupsi dalam setiap pembangunan infrastruktur. Hal lainnya yang niscaya dilakukan adalah menyelenggarakan pertemuan secara reguler kalangan investor yang bergerak dalam pembangunan infrastruktur.

IV.6.1. Sasaran

Adapun sasaran yang dituju guna mensukseskan percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur adalah guna menyediakan sarana dan prasarana yang memadai guna kemajuan ekonomi itu sendiri. Karena dinamika ekonomi pada sektor sektoral nantinya yang akan menggerakkan ekonomi sektor riil yang berimbas pada perbaikan taraf hidup kelak nantinya.

IV.6.2. Arah Kebijakan

Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka arah kebijakan meliputi berikut ini;

1. Memantapkan (struktur dan kapasitas) fasilitas pelayanan sarana dan prasarana perkotaan dan pedesaan;

2. Meningkatkan pengelolaan dan mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan dan pedesaan guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan;

3. Memantapkan dan mengembangkan pengelolaan pertanahan;

4. Memantapkan sistem penataan ruang;

5. Mendayagunakan pemanfaatan sumber daya air secara optimal, proporsional;

6. Memantapkan pengelolaan pengairan secara partisipatif.

IV.6.3. Program

Dari arah kebijakan diatas dapat dirumuskan program-program yang akan dilakukan :

1. Program pekerjaan umum

· Rehabilitasi/perbaikan secara berkala, sarana dan prasarana perkotaan dan pedesaan;

· Peningkatan, penyediaan, pengelolaan sarana dan prasarana perkotaan dan pedesaan dan penunjangnya;

· Peningkatan pelayanan kebersihan perkotaan dan pedesaan serta pengembangan teknologi persampahan;

2. Program pengelolaan pertanahan dan penataan ruang

· Pengelolaan pertanahan;

· Penataan ruang

3. Program pembangunan pengairan

· Perencanaan dan pengembangan pemanfaatan sumber daya air serta pemanfaatan hidrologi secara berkelanjutan;

· Pemeliharaan dan rehabilitasi sarana pengairan;

· Peningkatan pengelolaan irigasi;

IV.7. Revitalisasi Pertanian.

Revitalisasi pertanian dalam arti luas dilakukan untuk mendukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja, terutama di pedesaan. Hal ini menjadi signifikan karena areal pertanian di Kabupaten Garut masih determinan. Hal ini bisa terlihat dari PDRB terbesar di Kabupaten Garut bersumber dari sektor pertanian sebesar 32 % pada tahun 2006.

Dari segi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian juga menyerap tenaga kerja terbanyak, dibanding sektor-sektor yang lainnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian perlu dikembangkan lebih lanjut seoptimal mungkin untuk memperbaiki taraf hidup dan tingkat kemakmuran petani di Kabupaten Garut. Sektor pertanian di Kabupaten Garut, baik secara sosial maupun geografis sangat potensial untuk pengembangan perekonomian daerah. Selama ini sektor pertanian masih menjadi andalan untuk inkam PDRB kabupaten Garut.

Meski sektor pertanian masih menjadi andalan untuk PDRB namun kesejahteraan hidup petani perlu diperhatikan, karena perekonomian petani masih miskin. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kelembagaan pertanian yang kompeten yang dapat meningkatkan kemampuan petani dalam tehnologi pertanian.

Tak hanya itu lahan pertanian semakin hari, semakin sempit, karena lahannya digunakan untuk industrialisasi. Sehinggga garapan petani semakin berkurang, hal ini berakibat pada minimnya pendapatan petani. Di tambah lagi dengan persoalan permodalan petani yang sangat terbatas, yang tak mencukupi untuk membeli saprodi.

IV.7.1. Sasaran

Sasaran akhir dari revitalisasi pertanian adalah tingkat pertumbuhan pertanian rata-rata 15 % dalam kurun waktu lima tahun ke depan, dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.

Adapun sasaran yang akan ditempuh diantaranya:

1. Meningkatnya kemampuan petani untuk dapat menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi.

2. Terjaganya tingkat produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan yang cukup dari kebutuhan Kabupaten Garut untuk pengamanan jaringan pangan.

3. Diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan untuk menurunkan ketergantungan akan beras.

4. Meningkatnya ketersediaan pangan ternak dan ikann dari dalam lingkungan Kabupaten Garut sendiri.

5. Meningkatnya daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan.

6. Meningkatnya kemampuan petani dan nelayan dalam mengelola sumber daya alam secara lestari dan bertanggung jawab.

7. Optimalnya nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu.

IV.7.2. Arah Kebijakan.

Revitalisasi pertanian ditempuh dengan beberapa langkah pokok yang diarahkan meliputi yaitu : peningkatan kemampuan petani, penguatan lembaga pendukungnya, peningkatan produktivitas, produksi dengan daya saing dan nilai tambah produk pertanian, dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk difersifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dan pembangunan berkelanjutan.

Kebijakan dalam peningkatan kemampuan petani serta penguatan lembaga pendukungnya diarahkan untuk:

1. Revitalisasi penyuluhan dan pendampingan petani;

2. Menghidupkan dan memeprkuat lembaga pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan akses petani terhadap sarana produktif;

3. Peningkatan kemampuan/kualitas SDM pertanian.

Kebijakan dalam pengamanan ketahanan pangan diarahkan untuk :

    1. Mempertahankan tingkat produksi beras Kabupaten Garut.
    2. Meningkatkan ketersediaan pangan ternak dan ikan dari dalam lokal Kabupaten Garut. Kebijakan pengembangan peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi hewan dan produksi pangan hewani dari produksi lokal Kabupaten Garut agar ketersediaan dan keamanan pangan hewani dapat lebih terjamin untuk mendukung peningkatan kualitas SDM.
    3. Melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras dengan melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan, untuk meningkatkan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif.

Kebijakan dalam penigkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan diarahkan untuk :

1. Peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam mendukung ekonomi dan tetap menjaga kelestariannya, melalui : (1) penataaan dan perbaikan lingkungan perikanan budidaya; (2) penataan industri perikanan dan kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah pesisir; (3) perbaikan dan dan peningkatan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, tertutama di wilayah ZEEI; (4) pengembangan perikanan samudera; (5) meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya perikanan; (6) peningkatan kualitas pengolahan dan nilai tambah poduk perikanan melalui pengembangan tehnologi pasca tangkap/panen; (7) percepatan peningkatan produk perikanan budidaya; (8) peningkatan kemampuan SDM, penyuluh, pendamping perikanan; dan (9) perkuatan sistem kelembagaan, koordinasi dan pengembangan peraturan perundangan sebagai instrumen penting untuk mempertegas pengelolaan sumder daya perikanan yang ada.

2. Pengembangan usaha pertanian dengan pendekatan kewilyahan terpadu dengan konsep pengembangan agribisnis. Pendekatan ini akan meningkatkan kelayakan dan pengembangan/skala ekonomi, sehingga akan lebih meningkatkan effisiensi dan nilai tambah serta mendukung pembangunan pedesaan dan perekonomian daerah.

3. Penyusunan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dan perikanan, misalnya dorongan dan insentif untuk peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan perikanan, peningkatan standar mutu komoditas pertanian dan keamanan pangan, melindungi petani dan nelayan dari persaingan tidak sehat.

4. Penguatan resiko pemasaran dan manajemen usaha untuk mengelola resiko usaha pertanian serta untuk mendukung pengembangan agroindustri.

Pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan hutan alam dan pengembangan hutan tanaman dan hasil hutan non kayu secara berkelanjutan dengan kebijakan yang diarahkan kepada :

1. Peningkatan nilai tambah dan manfaat hasil kayu;

2. Pemberian insentif pengembangan hutan tanaman industri (HTI);

3. Peningkatan partispasi kepada masyarakat luas dalam pengembangan hutan tanaman;

4. Peningkatan poduksi hasil hutan non kayu untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

V.7.3. Program.

Arah kebijakan tersebut dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut :

1. Program peningkatan ketahanan pangan.

Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi :

· Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi lokal Kabupaten Madang, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irrigáis, peningkatan mutu intentifikasi, serta optimalisasi dan perluasan areal pertanian;

· Peningkatan distribusi pangan, melalui penguatan capacitas kelembagaan pangan dan penguatan infrastruktur pedesaan yang mendukung sistem distribusi pangan, untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan;

· Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil, melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan tehnologi pertanian untuk menurunkan kehilangan hasil (looses);

· Diversifikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan saturan, perekayasaan social terhadap pola konsumsi masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat, dan peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/ pangan lokal;

· Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, melalui peningkatan bantuan pangan lepada keluarga miskin/rawan pangan, dan pengembangan sistem anstisipasi dini terhadap kerawanan pangan.

2. Program pengembangan agribisnis.

Program ini bertujuan memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on faro, hilar, dan usaha jasa pendukungnya.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi :

· Pengembangan diversifikasi usaha tani, melalui pengembangan usaha tani dengan komoditas bernilai tinggi dan pengembangan kegiatan off-farm untuk meningkatkan pendapatan dan nilai tambah;

· Peningkatan nilai tambah produk pertanian, pengolahan hasil dan pemasaran dan pengembangan agro industri di pedesaan;

· Pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian dan pedesaan, melalui perbaikan jaringan irigasi dan jalan usaha tani, serta infrastruktur pedesaan lainnya;

· Peningkatan akses terhadap sumber daya produkstif, terutama permodalan;

· Pengurangan hambatan perdagangan antar wilayah;

· Peningkatan iptek pertanian dan pengembangan reset pertanian melalui pengembangan dan pemanfaatna tehnologi tepat dan spesifik lokasi yang ramah lingkungan; dan

· Pengembangan lembaga keuangan pedesaan dan sistem pendanaan yang layak bagi usaha pertanian, antara lain melalui pengembangan dan penguatan lembaga keuangan mikro/pedesaan, insentif permodalan dan pengembangan pola-pola pembiayaan yang layak dan sesuai bagi usaha pertanian.

3. Program peningkatan kesejahteraan petani.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau akses terhadap sumber daya usaha pertanian.

Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini adalah :

· Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang secara intensif perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten;

· Penumbuhan dan penguatan lembaga pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan posisi tawar petani;

· Penyederhanaan mekanisme dukungan kepada petani dan pengurangan hambatan usaha pertanian;

· Pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia pertanian (a.l. petani, nelayan, penyuluh dan aparat pembina);

· Perlindungan terhadap petani dari persaingan usaha yang tidak sehat dan perdagangan yang tidak adil; dan

· Pengembangan upaya pengentasan kemiskinan.

4. Program ini bertujuan untuk mengelola, mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya perikanan secara optimal, adil, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan devisa, nilai tambah hasil perikanan, serta pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir lainnya.

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini, meliputi :

· Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir;

· Pengembangan kawasan budidaya laut, air payau, dan air tawar;

· Percepatan dan penataan kembali usaha budidaya tambak dan air tawar;

· Pembangunan pelabuhan perikanan untuk mendukung perikanan samudera;

· Pengembangan dan rehabilitasi sarana dan prasarana perikanan;

· Peningkatan usaha perikanan skala kecil;

· Pengendalian dan peningkatan pelayanan perizinan usaha;

· Penyusunan kebijakan dan perencanaan pengelolaan perikanan untuk setiap kawasan;

· Penguatan kelembagaan dan tata laksana kelembagaan;

· Pengembangan sistem data, statistik dan informasi perikanan;

· Peningkatan kualitas SDM, penyuluh dan pemdamping perikanan;

· Peningkatan profesionalisme perencanaan dan pengawasan pembangunan perikanan.

5. Program pemantapan pemanfaatan potensi sumber daya hutan.

Program ini bertujuan untuk lebih memanfaatkan potensi sumber daya alam, secara effisien, optimal, adil dan berkelanjutan :

Kegiatan pokok yang dilakukan melalui program ini meliputi :

· Pengembangan produk-produk kayu bernilai tinggi dan pengembangan cluster industri kehutanan berbasis wilayah;

· Pemasaran dan pengendalian peredaran hasil hutan;

· Pembinaan industri kehutanan primer;

· Pengembangan hutan tanaman industri terutama untuk kawasan hutan non produktif, termasuk untuk kemudahan perijinan usaha dan kemudahan permodalan/pinjaman;

· Pengembangan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan, termasuk pemberian hak pengelolaan untuk periode tertentu kepada masyarakat untuk mengembangkan hutan tanaman dan hasil hutan non kayu;

· Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar hutan (peladang berpindah, pionir hutan, dsb) dan pengembangan hutan tanaman lestari;

IV.8.1 Kesenjangan Pembangunan Antara Garut Utara dengan Garut Selatan

Kabupaten Garut merupakan wilayah yang dinamis, secara topografi mempunyal ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Akibat pengaruh adanya daerah pegunungan, daerah aliran sungai dan daerah dataran rendah pantai, maka tingkat kehidupan sosial, ekonomi, budaya maupun potensi serta permasalahan yang dimilikinya juga bervariasi.

Berdasarkan Laporan Akhir RTRW Kabupaten Garut tahun 2001-2010, wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi 3 (tiga) orde yaitu:

a. Orde I merupakan pusat utama dan seluruh kegiatan di Kabupaten Garut yang meliputi

Kecamatan Garut Kota dan Tarogong.

b. Orde II merupakan daerah yang memiliki sub pusat pengembangan yang tidak dapat dijangkau oleh orde pertama secara langsung. Unit wilayah mi dapat dijadikan simpul koleksi dan distnibusi di tingkat lokal. Wilayah mi meliputi Kecamatan Cikajang, Pameungpeuk, Cibatu, Malangbong, dan Bungbulang.

c. Orde III merupakan pusat pertumbuhan bagi daerah belakang yang mempunyai fungsi sebagai penggerak pertumbuhan. Unit wilayah ini tidak dapat dijadikan simpul koleksi dan distribusi lokal, akan tetapi basis pertumbuhan masih dipengaruhi oleh wilayah inti dan pendukung.

Disamping berbagai kemajuan yang sudah dicapai, pembangunan daerah dihadapkan pada permasa lahan pokok berupa meningkatnya kesenjangan wilayah antara wilayah utara-tengah dan selatan, serta antara wilayah kota— desa. Disamping itu, kemampuan masing-masing daerah tidak merata dalam kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, pengelolaan keuangan maupun sarana prasarana.

Pertama, pembangunan wilayah di Kabupaten Garut dihadapkan pada masalah pokok terjadinya kesenjangan antara Garut Tengah, Utara dan Selatan serta antara kota dan desa. Sementara itu pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh dihadapkan pada kurangnya kesiapan dalam memanfaatkan peluang yang ada, terbatasnya sumberdaya manusia, rendahnya peranan swasta dalam pembangunan serta terbatasnya jaringan sarana dan prasarana fisik dan ekonomi di daerah.

Kedua, pembangunan infrastruktur masih banyak dihadapkan pada berbagai kendala, sehingga dukungan infrastruktur bagi pembangunan secara regional masih lemah. Kondisi infrastruktur jalan masih kritis akibat kurangnya dana rehabilitasi dan pemeliharaan, seringnya terjadi bencana alam dan memburuknya kualitas konstruksi jalan. Demikian pula infrastruktur lainnya seperti listrik, energi dan telekomunikasi

Ketiga, Penyediaan infrastruktur terkait dengan pendayagunaan sumberdaya air terutama untuk penyediaan air irigasi masih memerlukan perhatian besar. Demikian pula, upaya pemekaran wilayah (kecamatan dan desa) belum sepenuhnya mampu meningkatkan dan mempercepat pembangunan wilayah, serta ketersediaan air minum di perkotaan dan pedesaan masih rendah

IV.8. 2 Sasaran

Adapun sasaran yang menjadi target adalah percepatan infrastruktur di Kawasan Garut Selatan. Yakni, sebagai berikut:

1. Terwujudnya peningkatan kesejahteran masyarakat di seluruh wilayah dan berkurangnya kesenjangan pembangunan antar wilayah.

2. Terwujudnya percepatan pengembangan wilayah serta peningkatan daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah.

3. Membuka akses daerah terisolir.

4. Terwujudnya poros jalan yang menghubungkan antar desa diselatan

IV.8.3 Arah Kebijakan

Bertitik tolak dari permasalahan yang diuraikan di atas, maka menjadi arah kebijakan adalah untuk meningkatkan rasa kebersamaan diantara kelompok masyarakat tercermin dari menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antar kelompok maupun golongan masyarakat. Sedangkan untuk mencapai sasaran tersebut, maka prioritas akan diletakkan pada peningkatan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat dengan cara :

1. Mengembangkan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya dalam mendukung peningkatan daya saing Kabupaten Garut.

2. Meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil agar dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pem bangunannya dengan wilayah lain, terutama melalui peningkatan penyediaan infrastruktur yang berkualitas.

3. Membangun kembali kepercayaan sosial antar kelompok masyarakat dan membangun kembali serta merehabilitasi infrastruktur yang rusak di wilayah-wilayah kritis dan rawan bencana.

4. Menyeimbangkan pertumbuhan wilayah melalui:

— Peningkatan peran dan fungsi perwilayahan.

— Memperkuat peran dan fungsi pelayanan kota-kota SWP.

5. Peningkatan infrastruktur tenaga listrik yang efektif dan efisien.

6. Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan jalan dengan kebijakan tate ruang Kabupaten Garut

IV.8.4. PROGRAM-PROGRAM

Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut diatas, Iangkahlangkah yang akan ditempuh dijabarkan ke dalam program-program pembangunan dan kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut:

PROGRAM POKOK

1. Program Rehabilitasll Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Program ini bertujuan untuk memelihara kualitas kemantapan jalan dan jembatan sebagai sarana penunjang perekonomian. Termasuk dalam hal ini adalah pengadaan aspal untuk stimulan jalan desa/kelurahan di wilayah Kabupaten Garut.

2. Program Peningkatan Pembangunan Jalan dan Jembatan

Program ni bertujuan untuk meningkatnya kualitas kemantapan jalan dan jembatan sebagai sarana penunjang perekonomian.

3. Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainya.

    1. Program ini bertujuan untuk ketersediaan jaringan irigasi yang memadai;

Keg iatan:

• Rehabilitasi DI ha;

• Pembinaan P3AIGP3AIForum Koordinasi Daerah Irigasi;

5. Program Pengembangan Kawasan Tertinggal

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi desa, Terkendalinya situasi masyarakat secara kondusif, dan

6. Terselenggaranya akselerasi pengembangan kawasan tertinggal.

Kegiatan:

• Pembentukan Kelompok Usaha Masyarakat dan program PPK;

• Pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi tahun 2006 dan Program Raksa Desa;

• Pembentukan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam;

• Mengatasi berbagai pengaduan masyarakat berkaitan kenaikan BBM

• Penyusunan model pembangunan daerah tertinggal

6. Program Pengembangan Infrastruktur Informasi dan Telekomunikasi

Program ni bertujuan untuk:

• Tersebarnya informasi pemerintahan dan pembangunan di Kab. Garut,

• Tersedianya sarana dan hiburan melalui media informasi televisi,

• Terbentuknya kelompok informasi masyarakat.

Kegiatan:

• penerbitan Buletin Informasi

• Terselenggaranya penyuluhan, penerangan dan pemahaman sistem penanggulangan bencana.

9. Program Penataan Ruang

Tersedianya dokumen perencanaan tata ruang dan tersusunnya RTBL.

Kegiatan:

• Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten;

• Penyusunan RDTR Kota Garut dan Wilayah Garut Selatan;

• Tersedianya peta foto udara;

• Penyusunan RUTR Kecamatan;

• Penyusunan RTBL kecamatan.

10. Pengembangan Perkotaan dan Perdesaan

Penerapan Pola Tata Desa dan percepatan pembangunan perkotaan dan perdesaan.

Kegiatan:

• Terciptanya Pola Tata Desa Percontohan.

• Tersusunnya dokumen pengembangan kawasan andalan;

• Dokumen strategi pencapaian indikator makro pembangunan;

• Tersusunnya kiuster industri;

• Tersedianya master plan pengembangan pertanian;

• Terselenggaranya program P2KP.

PROGRAM PENUNJANG:

1. Penerangan Jalan Umum

Yakni, tersedianya penerangan jalan umum

2. Peningkatan Kualitas Jasa Pelayanan Sarana dan prasarana Ketenagalistrikan

Tersedianya pelayanan listrik di pedesaan.

3. Pengembangan Komunikasi Informasi dan Media Massa

4. Pengembangan pemerataan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana teknologi informasi dan penyiaran Dinas, Badan, Kantor dan Bagian yang terkoneksi melalui infrastruktur jaringan SIMDA Kabupaten Garut dan Masyarakat Umum. Dapat diterimanya siaran RSPD di Kec.Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet, Cikelet, Bungbulang, Cisewu, Talegong, Caringin dan Mekarmukti

Penutup

Pemaparan visi dan misi dan segala penjabarannya dalam buku ini bagi kami tidak hanya sekedar persyaratan pencalonan Bupati dan wakil Bupati Garut, namun visi dan misi yang telah kami uraikan merupakan guidance untuk kami dalam menentukan langkah membangun Kabupaten Garut ke depan. Melalui visi dan misi ini dan segala pemaparannya merupakan kerja berkelanjutan dari apa yang sebelumnya telah kami lakukan. Dengan kata lain, seandainya masyarakat Kabupaten Garut mengamanahkan kepada kami untuk memimpin Kabupaten Garut, maka kami akan meningkatkan dan melanjutkan tugas kami yang tersisa.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa visi dan misi sebagus apapun di atas kertas, tak akan mempunyai makna, jika tidak ada kerjasama dari masyarakat. Demikian juga, dengan pengawasan dan kontrol yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dan juga masyarakat. Visi dan misi akan menjadi par excelence, manakala dalam aplikasinya tidak jauh panggang dari api. Dengan kata lain, visi dan misi merupakan bentuk idealita yang harus bersentuhan dengan realita.

Segala permasalahan yang kami uraikan dalam buku ini, bukanlah temuan yang kami dapatkan dari belakang meja yang tak bersentuhan dengan masyarakat sekitar. Permasalahan yang kami paparkan adalah realitas keseharian yang dihadapi masyarakat Kabupaten Garut. Demikian juga dengan penyelesaian masalah tidak juga kami dapatkan dari menara gading, tapi penelaahan yang mendalam dari realitas yang ada. Kadang terlintas untuk memberikan segudang janji (baca:mimpi) dalam penyelesaian masalah, namun kami sadar betul akan segala keterbatasan yang ada. Karena itu, bagi kami yang terpenting bukan memberikan janji namun bukti yang dapat dirasakan masyarakat dalam penyelesaian masalah, meski itu bukan sesuatu yang ideal.